Kamis, 14 November 2013

Shirley Marlinton: Anak Bangsa Yang Tak Kenal Lelah Promosikan Indonesia



Kesibukannya sebagai seorang diplomat di negara orang ternyata tidak membuat Sylvia Shirley Malinton lupa akan daerah kelahiran ayahandanya, Adonara-NTT. Bahkan ia menjadi promotor untuk mempromosikan NTT di tanah rantau. Mengelilingi dunia demi tugas sebagai seorang diplomat memang sudah biasa bagi mantan artis era Rano Karno ini.

Akan tetapi di tengah kesibukannya dalam urusan tugas sebagai diplomat di Kementrian Luar Negeri, Shirley selalu mengedepankan kebudayaan dan pariwisata Nusa Tenggara Timur (NTT) patut diacungkan jempol karena dia baru saja sukses mempromosikan Sail Komodo di Amerika Serikat setahun yang lalu.
Sebagai anak bangsa saya wajib mempromosikan Indonesia. Apalagi tempat kelahiran papiku Adonara,” ujar diplomat yang sudah menjadi staf Kemenlu selama 24 tahun.
Pengalamannya mempromosikan NTT di luar negeri memang ditimba dari pengalaman hidupnya sendiri sebagai seorang artis.

“Saya pernah menjadi wartawan cilik di usai 15 tahun dan mendapat tugas mewawancarai Adam Malik dan Mohammad Hatta tentang bagaimana hubungan diplomasi dengan luar negeri,” ujarnya. Dari pengalamannya inilah ia mulai merintis karier untuk menjadi seorang diplomat. “Sebelum kerja di Kementerian Luar Negeri memang pernah menjadi artis bersama Rano Karno dulu. Akan tetapi karena tuntutan pekerjaan saya harus menarik diri dari artis,” ujarnya.

Diakuinya, sebagai seorang diplomat ia pernah ditugaskan di Roma Italia, Toronto dan Chicago Amerika Serikat. “Di setiap tugasnya saya selalu mempromosikan Indonesia dan secara khusus NTT termasuk Sail Komodo yang sementara berlangsung,” ujarnya.

Diakuinya memang menjadi diplomat pada bagian sosial dan kebudayaan memang ada suka dukanya tersendiri. “Namanya juga di rantau orang kalau ngak ada pasokan semua kebutuhan promosi terpaksa kita 'darurat' harus pamerkan hasil koleksi tersendiri,” kisah Kepala Bidang Pengkajian Hubungan Luar Negeri Kemenlu RI ini. Bahkan untuk mempromosikan kebudayaan itu ia menggandeng para rohaniwan dan rohaniwati asal NTT yang berada di tanah rantau untuk dijadikan artis.

Bagi Shirley, semuanya bisa dimanfaatkan asal saja bisa mempromosikan NTT. “Kami mempromosikan kebudayaan NTT dengan menyanyikan lagu-lagu daerah NTT, pameran pakaian adat, dan lain sebagainya. Memang luar biasa karena kami dengan serius mempromosikannya,” ujar dia.

Harus Bisa Menyamai Hawaii

Pariwisata NTT, kata dia, bisa menyamai kota-kota pariwisata di luar negeri hanya butuh pengelolaan yang matang. “Pantai Kupang bisa seperti di Hawaii kalau dikelola lebih baik,” ujarnya.
Selain itu dia juga mengakui tempat-tempat pariwisata NTT memiliki keunikan tersendiri. “Karena uniknya inilah saya gemas untuk mempromosikannya. Saat ini orang kenal Bali. Bali tidak dipromosikan juga orang udah tahu,” ujarnya.
Akan tetapi tidak lupa juga dia mengkritisi pemerintah untuk menangani lebih serius pariwisata NTT.
“Orang masih mengenal Indonesia sebagai sebuah negara kecil di Afrika. Apa lagi NTT. Karena itu hendaknya pemerintah membenahi lebih serius dengan memberikan jaminan keamanan dan sarana prasarana yang menarik,” jelasnya.
Untuk itu dia berharap semoga NTT bisa berjalan lancar dan mengejar ketertinggalannya. “Yang jelas perannya harus lebih banyak dari pemerintah serta ditunjang oleh warganya dan menghormati keamanan,” pungkasnya.
Sebelumnya Shirley  mengaku sibuk mengurusi anak-anak authis. Menurutnya, di NTT sebenarnya banyak anak authis tetapi belum ada theraphy centre yang bisa membantu anak-anak authis tersebut. “Pemerintah perlu mendata anak-anak tersebut sehingga bisa membantu ana-anak authis. Kasihan banyak anak yang harus dititikan di Pulau Jawa,”  ujarnya.
Aktivis pemerhati anak-anak authis pada lembaga pemerhati anak-anak authis ini, mengaku siap bekerja sama dengan Pemprov NTT untuk menyiapkan tenaga maupun fasilitas bagi anak-anak authis di NTT. “Sampai saat ini kita sudah bekerja sama dengan pemerintah DKI. Kalau NTT mau, kita siap bekerja sama,” ujarnya.
Dikatakannya, memang mengurusi anak-anak authis memang butuh banyak kesabaran. “Mereka itu memiliki kelakuan yang berbeda padahal fisically mereka itu sangat normal. Bahkan memiliki IQ yang tinggi. Karena kelakuan mereka itu sendiri yang sering menyakiti diri sendiri itulah yang perlu kesabaran untuk menghadapi mereka,” ujarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar