Jumat, 19 Juni 2015

Dr. Subandrio Menlu RI : Saya Korban Politik

Di usia sejnja yang ke-86 tahun, Subandrio menunjukkan fisik yang melemah dan sisa kejayaannya dimasa lalu seolah pudar. Belaau selama 29 tahun di penjara (1966-1995), yang menyebabkan ia menderita dan terserang berbagai  penyakit.  

Subandrio menjadi makhluk tak berdaya untuk menghadapi kekuatan Orde Baru. Keadaan berbalik sewaktu ia menjadi tokoh penting di era pemerintahan Soekarno. Dengan jabatannya penting dan strategis  Subandrio adalah salah 'mesin' yang membuat pemerintahan Sukarno berjalan lancar. 


Dari seorang dokter di Semarang dan di Jakarta pada tahun 1930-an, ia merubah haluan untuk masuk kedalam organisasi Partai Sosialis Indonesia (PSI) dan menjadi wakil ketua pada tahun 1940.

Subandrio menjadi wakil pemerintah Indonesia di Inggris pada 1946, menjadi Duta Besar Indonesia di Moskow, lalu dua tahun kemudian dipanggil pulang untuk bertugas sebagai Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri, menggantikan Ali Sastroamidjojo. Setelah itu, karirnya melesat saat Bung Karno menunjuknya menjadi Menteri Luar Negeri dan kemudian menjadi Wakil Perdana Menteri I. 

Kelompok Soeharto pada pemerintahan Orde Baru sering menjulukinya Durno, tokoh guru yang licin dan pandai bersilat lidah dalam kisah pewayangan Mahabharata. Meski ia seorang tokoh sipil, Subandrio sempat dihadapkan pada Mahkamah Militer Tinggi dan hampir dieksekusi mati. Namun, menjelang hari-H eksekusi, meluncur surat dari Ratu Inggris Elizabeth II dan Presiden AS Lyndon Johnson yang menyelamatkan nyawanya. 

Di hari tuanya, Subandrio mencoba “berbuat sesuatu” dengan menulis dua buah buku. Sayangnya, sampai saat ini, hanya satu buku yang berhasil beredar, yaitu Meluruskan Perjuangan Perebutan Irian Barat, yang baru saja diluncurkan pekan lalu. Sementara itu, buku Kesaksianku tentang G30S tak sempat beredar resmi karena pihak penerbitnya, yang sudah mencetak buku tersebut, tiba-tiba membatalkan peredaran, bahkan kemudian memusnahkan buku tersebut (baca: Babad Sebuah Kitab). “Saya ingin meluruskan sejarah,” kata Subandrio. Akibat peristiwa itu, tensi sang kakek tua mudah naik karena kekecewaannya. Setelah belasan kali dikunjungi di rumahnya, akhirnya sang tokoh bersedia diwawancarai Setiyardi dari TEMPO. Berikut ini petikannya.
Buku Anda, Kesaksianku tentang G30S, sudah dicetak penerbit Gramedia, tapi kemudian dimusnahkan oleh pihak penerbit sendiri. Bagaimana sikap Anda?

Ini sangat menyedihkan. Tapi, setelah “bertapa” di penjara lebih dari 30 tahun, saya sudah biasa mengadukan segala kekecewaan kepada Allah swt. Saya menyerahkan persoalan kepada kehendak-Nya. Que sera sera (apa yang terjadi terjadilah). Pihak luar negeri akan menerbitkannya, tentu setelah saya setujui. Saat ini ada sebuah tim yang mengedit ulang akurasi datanya.
Soal G30S, bagaimana cerita Letkol Untung saat bersama Anda di Tahanan Militer Cimahi, Bandung?

Untung bercerita bahwa Soeharto telah memanfaatkan dirinya. Soeharto memanfaatkan kedekatan Letkol Untung dengan Bung Karno untuk melakukan kudeta itu.
Menurut Anda, mengapa Untung mau dimanfaatkan Soeharto?

Dia percaya bahwa “Dewan Jenderal” memang benar ada. Sebagai komandan pasukan Cakrabirawa yang bertugas melindungi keselamatan presiden, Untung tentu harus mendahului. Prinsipnya, jangan keduluan musuh.
Jadi, benar Untung yang menculik dan membunuh para jenderal “Pahlawan Revolusi” itu?

Untung mengatakan bahwa Cakrabirawa memang telah menculik para jenderal. Tapi Cakrabirawa tidak membunuhnya. Sebab, saat mereka sudah dibawa ke Lubangbuaya, pekerjaan Cakrabirawa telah selesai. Tugas selanjutnya diambil alih oleh pasukan Soeharto. 

(Dalam buku putih Tragedi Nasional Percobaan Kup G30S/PKI di Indonesia, yang ditulis Nugroho Notosusanto dan Ismail Saleh, disebutkan bahwa para pelaku “penganiayaan” itu adalah “kesatuan Pasopati dan Pringgodani, beberapa oknum Cakrabirawa dan Pasukan Para Angkatan Udara, para anggota Pemuda Rakyat serta Gerwani.”)
Anda punya bukti?

Ini berdasarkan cerita Untung kepada saya sebelum ia dihukum mati. Sebelum dihukum mati, dia yakin betul akan diselamatkan oleh Soeharto. Sebab, dia yakin Soeharto mendukungnya.
Mengapa buku Anda seperti dipenuhi dendam kesumat terhadap Soeharto?

Saya telah menjadi korban. Tapi buku ini bukan upaya balas dendam. Ini untuk meluruskan sejarah yang diperlukan bagi generasi mendatang. Itu lebih penting daripada soal dendam.
Apa pesan yang hendak Anda sampaikan lewat buku itu?

Soeharto adalah dalang peristiwa G30S.
Dari Dokumen Gilchrist, tampak ada keterlibatan pihak asing?

(Dokumen Gilchrist adalah dokumen yang dibuat oleh Duta Besar Inggris, Sir Andrew Gilchrist, di Jakarta, yang merupakan laporan kepada Kementerian Luar Negeri Inggris. Subandrio mengakui ia yang pertama kali mendapat dokumen ini. Dan anehnya, dokumen ini pula yang ditemukan di rumah Bill Palmer, orang Amerika yang tinggal di Jakarta dan menjadi perwakilan asosiasi eksportir film Amerika di Indonesia.)
Memang ditemukan dokumen tersebut. Tapi tentu harus dibuktikan lebih jauh tentang hal itu. Soal (kata) our local army friends harus diuji lagi. Jangan-jangan memang dibuat untuk mengacaukan keadaan.
Benarkah pembebasan Anda karena bantuan Ratu Inggris Elizabeth dan Presiden AS Lyndon B. Johnson?

Saya sempat melihat kopi telegram dari Ratu Elizabeth. Memang beliau meminta hukuman mati saya dibatalkan. Sedangkan soal Presiden Amerika itu, saya sudah lupa.
tsuryadi /tempo/wikipedia)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar