Oleh : Bambang Prayitno
Penulisan
artikel ini didorong dengan tengah diolahnya rancangan tentang ‘Kode Etik
Diplomat Indonesia’ (selanjutnya ditulis KEDI) oleh Kementrian Luar Negeri.
Konsep KEDI tersebut telah diedarkan dikalangan terbatas di Kementerian Luar
Negeri untuk dimintakan masukan dan tanggapan antara lain kepada KP Kemlu dan
Forum Duta Besar RI (FDB-RI).
“Kode Etik
adalah standar integritas dan standar perlikau yang diharapkan dari seorang
pegawai dalam rangka pelaksanaan tugas sehari-hari. Kode etik juga ditujukan
untuk membangun kerangka kerja bagi perilaku professional yang kemudian
diharapkan akan menjadi budaya organisasi.
Dengan demikian menanamkan
prinsip-prinsop moral dan etika untuk membangun dan membentuk integritas
pegawai melalui kode etik adalah hal yang penting”.Itulah kutipan
dari Artikel tentang ‘Kode etik Diplomat’ uang telah dimuat dalam Majalah KP
Kemlu tahun yang lalu.
Mengacu pada kutipan di atas, maka KEDI akan berisi
sekumpulan aturan dan panduan tentang mana yang boleh dilakukan, dan apa saja
yang menjadi larangan bagi diplomat dalam melaksanakan tugasnya.Meskipun dalam
kenyataannya, setiap gerak dan langkah diplomat telah diberi batasan-batasan dan
tuntunan oleh peraturan perundang-undangan baik nasional maupun internasional
yang harus ditaati, namun masih diperlukan satu perangkat lagi sebagai suatu
yang sangat dasar, yaitu kode etik diplomat.
Perangkat tersebut diperlukan
untuk menciptakan diplomat yang berinegritas dan kinerja yang professional.
Selanjutnya melalui ‘KEDI’ diharapkan akan memberikan kejelasan tetnang
prinsip-prinsip dan nilai-nilai serta kepatuhan yang harus dianut oleh diplomat
dalam melaksanakan tugasnya.Kode Etik
Diplomat juga berisi tentang sanksi (administratif) dan best practices yang
dapat dipakai sebgai acuan diplomat Indonesia. Semua panduan, ketentuan dan
aturan (etika) dalam KEDI diharapkan dapat berkembang menjadi budaya
organisasi. Kode etik tidak memberikan sanksi hokum, sanksi di dalam kode etik berupa sanksi
administrasi, teguran, dan himbauan.
Ini wajar karena wilayah yang akan
dikelola adalah etika, moral dan integritas pribadi, bukan perbuatan/tindak
pidana.Perilaku, cara
berpikir, dan sikap diplomat di forum internasional menjadi tolok ukur
penilaian bagi karakter dan pribadi diplomat ybs. Oleh karena itu moral dan
etika menjadi penting untuk dibina dan dikelola dengan baik. Apalagi jika
melihat status diplomat yang ‘presitigous’, memiliki ‘previlleges and immunities’,
dan bidang tugasnya (mewakili Negara) yang terletak di gugus terdepan dalam
hubungan internasional antar Negara.
Dalam menghadapi tantangan dan dinamika
perubahan global kedepan, perlu perubahan cara kerja, perilaku, dan mindset
bagi pelaku diplomasi. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka
sesungguhnya tuntutan akan integritas, perilaku, karakter dan moral yang baik
bagi diplomat Indonesia merupakan keharusan. Dalam hal ini Kementerian Luar
Negeri (Kemlu) adalah sabagai instansi yang bertanggung jawab dalam pembinaan
dan pembentukan karakter diplomat. Reformasi
internal Kemlu melalui ‘benah diri’ tidak hanya berupa pembenahan institusi
tapi juga reformasi pegawai dengan pembinaan untuk membentuk integritas dan
profesionalitas sumber daya manusianya.
Menurut literatur, lingkungan dan area
korps diplomatik mempunyai system logika, standar intelektual, dan tata krama
tersendiri yang membedakan mereka dari profesi dan disiplin lainnya. Dalam
konteks ini maka tatanan aturan dan fungsi KEDI menjadi relevan dan penting.
Perjalanan
panjang Kementerian Luar Negeri sejak kelahirannya, telah menyajikan kenyataan
pahit dimana diplomatik Indonesia terlibat dalam berbagai perbuatan tercela
(susila), perbuatan tindak pidana (korupsi, mark-up, dan penyelundupan), serta
perilaku lain yang kurang patut. Sangat disayangkan pelakunya juga sampai pada
tingkat ‘Duta Besar LBB’, yang notabene merupakan jenjang tertinggi dalam
jabatan karier diplomat.
Kenyataan ini kiranya sudah cukup menajdi ‘warning’
bagi para pemangku kepentingan di Kementerian Luar Negeri untuk secepatnya
menyelesaikan secara tuntas ‘KEDI’ tersebut. Dalam
implementasinya nanti, ‘Kode Etik Diplomat Indonesia’ akan menjadi rambu-rambu
untuk menghindarkan diplomat Indonesia dari perbuatan tercela, melalui
mekanisme kontrol yang memadai dan proporsional. Semoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar