Minggu, 28 Desember 2014

Kode Etik Diplomat Indonesia



Oleh : Bambang Prayitno
Penulisan artikel ini didorong dengan tengah diolahnya rancangan tentang ‘Kode Etik Diplomat Indonesia’ (selanjutnya ditulis KEDI) oleh Kementrian Luar Negeri. Konsep KEDI tersebut telah diedarkan dikalangan terbatas di Kementerian Luar Negeri untuk dimintakan masukan dan tanggapan antara lain kepada KP Kemlu dan Forum Duta Besar RI (FDB-RI).



“Kode Etik adalah standar integritas dan standar perlikau yang diharapkan dari seorang pegawai dalam rangka pelaksanaan tugas sehari-hari. Kode etik juga ditujukan untuk membangun kerangka kerja bagi perilaku professional yang kemudian diharapkan akan menjadi budaya organisasi. 

Dengan demikian menanamkan prinsip-prinsop moral dan etika untuk membangun dan membentuk integritas pegawai melalui kode etik adalah hal yang penting”.Itulah kutipan dari Artikel tentang ‘Kode etik Diplomat’ uang telah dimuat dalam Majalah KP Kemlu tahun yang lalu. 

Mengacu pada kutipan di atas, maka KEDI akan berisi sekumpulan aturan dan panduan tentang mana yang boleh dilakukan, dan apa saja yang menjadi larangan bagi diplomat dalam melaksanakan tugasnya.Meskipun dalam kenyataannya, setiap gerak dan langkah diplomat telah diberi batasan-batasan dan tuntunan oleh peraturan perundang-undangan baik nasional maupun internasional yang harus ditaati, namun masih diperlukan satu perangkat lagi sebagai suatu yang sangat dasar, yaitu kode etik diplomat. 

Perangkat tersebut diperlukan untuk menciptakan diplomat yang berinegritas dan kinerja yang professional. Selanjutnya melalui ‘KEDI’ diharapkan akan memberikan kejelasan tetnang prinsip-prinsip dan nilai-nilai serta kepatuhan yang harus dianut oleh diplomat dalam melaksanakan tugasnya.Kode Etik Diplomat juga berisi tentang sanksi (administratif) dan best practices yang dapat dipakai sebgai acuan diplomat Indonesia. Semua panduan, ketentuan dan aturan (etika) dalam KEDI diharapkan dapat berkembang menjadi budaya organisasi. Kode etik tidak memberikan sanksi hokum, sanksi  di dalam kode etik berupa sanksi administrasi, teguran, dan himbauan. 

Ini wajar karena wilayah yang akan dikelola adalah etika, moral dan integritas pribadi, bukan perbuatan/tindak pidana.Perilaku, cara berpikir, dan sikap diplomat di forum internasional menjadi tolok ukur penilaian bagi karakter dan pribadi diplomat ybs. Oleh karena itu moral dan etika menjadi penting untuk dibina dan dikelola dengan baik. Apalagi jika melihat status diplomat yang ‘presitigous’, memiliki ‘previlleges and immunities’, dan bidang tugasnya (mewakili Negara) yang terletak di gugus terdepan dalam hubungan internasional antar Negara. 

Dalam menghadapi tantangan dan dinamika perubahan global kedepan, perlu perubahan cara kerja, perilaku, dan mindset bagi pelaku diplomasi. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka sesungguhnya tuntutan akan integritas, perilaku, karakter dan moral yang baik bagi diplomat Indonesia merupakan keharusan. Dalam hal ini Kementerian Luar Negeri (Kemlu) adalah sabagai instansi yang bertanggung jawab dalam pembinaan dan pembentukan karakter diplomat. Reformasi internal Kemlu melalui ‘benah diri’ tidak hanya berupa pembenahan institusi tapi juga reformasi pegawai dengan pembinaan untuk membentuk integritas dan profesionalitas sumber daya manusianya. 

Menurut literatur, lingkungan dan area korps diplomatik mempunyai system logika, standar intelektual, dan tata krama tersendiri yang membedakan mereka dari profesi dan disiplin lainnya. Dalam konteks ini maka tatanan aturan dan fungsi KEDI menjadi relevan dan penting. 

Perjalanan panjang Kementerian Luar Negeri sejak kelahirannya, telah menyajikan kenyataan pahit dimana diplomatik Indonesia terlibat dalam berbagai perbuatan tercela (susila), perbuatan tindak pidana (korupsi, mark-up, dan penyelundupan), serta perilaku lain yang kurang patut. Sangat disayangkan pelakunya juga sampai pada tingkat ‘Duta Besar LBB’, yang notabene merupakan jenjang tertinggi dalam jabatan karier diplomat. 

Kenyataan ini kiranya sudah cukup menajdi ‘warning’ bagi para pemangku kepentingan di Kementerian Luar Negeri untuk secepatnya menyelesaikan secara tuntas ‘KEDI’ tersebut. Dalam implementasinya nanti, ‘Kode Etik Diplomat Indonesia’ akan menjadi rambu-rambu untuk menghindarkan diplomat Indonesia dari perbuatan tercela, melalui mekanisme kontrol yang memadai dan proporsional. Semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar