Jumat, 02 Januari 2015

Penjual sayur sumbang 4 milyar rupiah

Namanya, Chen Shu-chu. Dia dapat ditemui di Pasar Induk Distrik Taitung, sebelah timur Taiwan, tempat dia bekerja sebagai penjual sayur selama 18 jam sehari, enam hari sepekan.
Meski telah bekerja keras, perempuan berusia 63 tahun itu hanya mengambil segelintir uang yang dia dapat dari berjualan untuk diri sendiri.


Dia lebih suka menyumbangkan sebagian besar hasil berdagang paprika, talas, jamur, dan sayuran lainnya kepada orang lain yang membutuhkan.

Selama dua dekade terakhir, Chen telah menyumbangkan lebih dari 10 juta dollar Taiwan atau setara dengan Rp4 miliar untuk membangun sejumlah sekolah, rumah sakit dan tempat ibadah.

Sumbangan-sumbangan yang dia berikan berupa uang warisan dari ayahnya, sejumlah royalti dari buku biografi tentang dirinya, dan hadiah uang tunai.

Bagi sebagian orang mungkin adalah hal yang gila menyumbangkan semua kekayaan kepada orang lain. Tapi Chen bersikukuh perbuatannya bukanlah hal yang sulit dilakukan.
"Semua orang bisa melakukannya. Ini bukanlah seberapa banyak uang yang Anda habiskan, tapi bagaimana Anda memanfaatkan uang Anda," katanya.
"Bagi saya, uang tidak begitu penting. Karena, Anda tidak bisa membawanya ketika Anda memulai hidup baru dan Anda tidak dapat membawanya ketika Anda meninggalkan kehidupan ini."

Sederhana

Tapi bagaimana seorang perempuan dengan pekerjaan sebagai penjual sayur bisa mengumpulkan begitu banyak uang dan menyumbangkannya?
Chen, yang merupakan pemeluk agama Buddha, bisa menabung uang dari hidup bersahaja. Dia adalah seorang vegetarian dan hanya makan makanan sederhana seperti tahu dan nasi.
Dia juga memiliki sedikit keinginan untuk membeli barang-barang mahal. Ketika ditanya apakah dia pernah membeli sesuatu yang mewah untuk dirinya sendiri, dia mengaku pernah membeli pakaian impor, tetapi kemudian menyesal.
"Ketika saya memakainya ke pasar, seorang pelanggan mengatakan bahwa dia juga punya pakaian yang sama dan saya pikir ini pasti tiruan. Saya menyesal dan menyadari apapun yang saya pakai saya tetap seorang penjual sayuran.

Dorongan pribadi

Lahir pada 1950 lampau, Chen menghabiskan sebagian besar hidupnya berjuang dengan kemiskinan yang kemudian menjadi sumber motivasi. Ketika dia duduk di sekolah dasar, ibunya meninggal setelah melahirka. Keluarganya tidak mampu untuk membayar biaya perawatan di rumah sakit.

Untuk membantu memenuhi kebutuhan, Chen berhenti sekolah dan mulai bekerja di kios sayuran milik keluarganya di Pasar Induk Distrik Taitung. Tapi itu tidak cukup. Beberapa tahun kemudian, adik laki-lakinya meninggal karena sakit flu dan keluarganya mampu membayar biaya pengobatan di Taipei, Taiwan.

Pengalaman itu membuatnya marah tapi sekaligus menjadi dorongan baginya untuk menolong orang-orang miskin. Chen, yang tidak pernah menikah itu, tidak pernah melupakan kebaikan guru adiknya dan teman-teman sekelasnya, yang telah mencoba mengumpulkan sejumlah dana adik laki-lakinya. "Saya merasa berutang budi kepada banyak orang. Saya harus bekerja keras mencari uang untuk membantu orang lain," katanya.
"Saya senang bisa menyumbangkan sejumlah uang. Saya merasa telah melakukan sesuatu yang benar dan ini datang dari lubuk hati yang terdalam. Semua ini membuatku bahagia dan saya bisa tersenyum ketika saya tidur.

Daniel Lu, direktur Kids Alive International, sebuah organisasi non-profit yang menerima sumbangan dari Chen, mengatakan perempuan tersebut mendobrak anggapan umum bahwa hanya orang kaya yang bisa menolong orang-orang tidak mampu.
"Dia hanya seorang penjual sayuran, hidup sendiri dan tidak menikah. Ini tidak mudah baginya," katanya. "Saya pikir jika dia memberikan T$ 5.000 itu bisa membantu."
"Ketika dia memberi saya T$1 juta, saya terkejut. 'Wow, Anda memberi saya T$1 juta, apa yang bisa saya lakukan?' Dia berkata, 'Apa pun yang telah Anda rencanakan, lakukanlah, bantu anak-anak itu'."

Penghargaan internasional

Aksi Chen mengundang perhatian internasional. Tahun 2010, majalah Time memasukannya ke dalam daftar 100 orang berpengaruh.
Reader's Digest memasukkannya sebagai salah satu filantropis bersama 48 orang lainnya dalam kategori Asian of the Year.
Dua tahun yang lalu, Chen juga mendapat penghargaan Ramon Magsaysay dari Presiden Filipina Benigno Aquino dan uang sejumlah US$50.000 karena jasanya membantu orang-orang tidak mampu.
Dia menyumbangkan uang itu ke Rumah Sakit Memorial McKay Taitung, yang sedang membangun gedung perawatan baru.
Chen hanya bersedia diwawancarai jika berita media akan memotivasi orang untuk berbagi.
"Saya berharap bisa terus menyumbang sampai saya meninggal. Uang akan berguna jika Anda memberikannya kepada orang yang membutuhkannya."
(sumber: BBC Indonesia)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar