Australia menyatakan tidak akan mendiskusikan hal-hal
menyangkut masalah intelijen terkait tuduhan penyadapan oleh Inggris
terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang diduga menguntungkan
Australia. Meski demikian, mereka menegaskan akan terus
menjaga hubungan baik dengan Indonesia, seperti disampaikan juru bicara
Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia, Simon Fellows, lewat
surat elektronik yang diterima BBC Indonesia.
Laporan-laporan berbagai media menyebutkan bahwa penyadapan atas Presiden Yudhoyono dan rombongan itu dilakukan saat KTT tersebut.
Namun juru bicara Kantor Kepresidenan untuk urusan luar negeri, Teuku Faizasyah, menegaskan kebenaran dari laporan tersebut masih harus dipastikan lebih dulu.
"Ini bukan suatu yang etis dan patut dilakukan dalam hubungan antar negara."
Teuku Faizasyah
Keberatan umum
Bagaimanapun Indonesia, tambah Faizasyah, tidak
melihat tindakan penyadapan oleh pihak manapun sebagai sikap yang
bersahabat dalam hubungan antar negara.
"Ini bukan suatu yang etis dan patut dilakukan dalam hubungan antar negara," kata Faizasyah.
Harian Sydney Morning Herald edisi Jumat (26/07)
menyatakan Inggris telah menyadap Presiden SBY pada pertemuan G-20
thaun 2009 silam dan Australia diuntungkan oleh penyadapan sehingga
berhasil duduk sebagai anggota Dewan Keamanan PBB.
Meski belum terbukti benar, pengamat hukum
internasional Profesor Hikmahanto Juwana mengatakan pemerintah Indonesia
perlu menyampaikan keberatan secara umum terhadap siapapun atau negara
manapun yang melakukan proses penyadapan.
Hikmanto mengatakan praktek itu tidak sesuai
dengan ketentuan dan etiket pergaulan internasional dan keberatan bisa
disampaikan oleh presiden secara langsung ataupun oleh perwakilan
pemerintah.
Selain itu Hikmanto mengharapkan agar presiden
dan menteri-menterinya berhati-hati dalam menyampaikan kebijakan yang
masih harus dibahas secara internal.
(BBC News)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar