Rabu, 17 Desember 2014

Dalai Lama: Mungkin saya pemangku yang terakhir

Pemimpin spiritual Tibet yang diasingkan Dalai Lama mengatakan ia menyadari bahwa ia mungkin orang terakhir yang akan memangku gelar tersebut.

Namun ia mengatakan kepada BBC bahwa akan lebih baik jika tradisi ratusan tahun itu berhenti "di era Dalai Lama yang populer."

Ia juga menduga bahwa Inggris bersikap lunak dengan Cina mengenai protes di Hong Kong baru-baru ini untuk alasan finansial.



"Kantong mereka kosong jadi sangat penting bagi mereka untuk menjalin hubungan dekat dengan Cina untuk alasan uang," kata Dalai Lama.

Dalai Lama belum lama ini menolak bertemu dengan Paus ketika ia menghadiri konferensi peraih Penghargaan Perdamaian Nobel di Roma.

Vatikan mengatakan hal itu dikarenakan "situasi rumit" dengan Cina.

'Tanggung jawab moral'

Berbicara dalam program Newsnight BBC, Dalai Lama mengatakan komunitas internasional perlu melakukan lebih banyak lagi untuk mendorong demokrasi di Cina.
"Cina sangat ingin bergabung dengan ekonomi utama dunia," kata dia.
"Mereka harus disambut tapi di saat yang sama dunia bebas punya tanggung jawab moral untuk membawa Cina ke demokrasi utama, untuk kepentingan Cina sendiri."

Dalai Lama melarikan diri ke India pada 1959 setelah pasukan Cina menggagalkan upaya perlawanan di Tibet.

Beijing memandang peraih Penghargaan Perdamaian Nobel ini sebagai "pembangkang", meski kini ia mengusung "jalan tengah" dengan Cina, mencari otonomi tapi bukan kemerdekaan untuk Tibet.

Dalam wawancara panjang itu, Dalai Lama yang berusia 79 tahun mengakui bahwa ia mungkin tidak akan memiliki penerus.

"Institusi Dalai Lama akan berhenti satu hari nanti. "Tidak ada jaminan bahwa tidak akan ada Dalai Lama yang bodoh yang akan mempermalukan dirinya sendiri. Hal itu akan sangat menyedihkan. Jadi lebih baik bagi tradisi yang berumur ratusan ini untuk berhenti di saat Dalai Lama sedang populer," kata Dalai Lama.

Dalai Lama sebelumnya mengindikasikan ia berencana menyerahkan tanggung jawab politik ke perwakilan terpilih, dan mengatakan pada 2011 bahwa langkah itu demi kepentingan rakyat Tibet. (BBC Indonesia)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar