Hari ini tgl. 12 Desember 2014 masyarakat Indonesia telah kehilangan guru teladan sejati, Een Sukaesih. Een dikenal sebagai sosok pengajar yang pantang menyerah walau pun menderita sakit parah. Perempuan kelahiran Sumedang,
Jawa Barat, 10 Agustus 1963 itu dengan gigih melawan penyakit Rheumatoid arthritis yang diderita sepanjang hidupnya.
Ya,
penyakit itu yang membuat tubuhnya dari ujung kaki hingga lehernya
lumpuh. Hanya mata dan mulut yang sanggup ia gerakan. Namun dari
keterbatasan fisik itulah Een berusaha bangkit untuk merajut cita-citanya.
Meski
tinggal di rumah yang terbilang sederhana, Een tetap berjuang
mewujudkan mimpi terbesarnya, yakni pendidikan yang lebih baik di Tanah
Air. Dimulai dari hal kecil di lingkungan sekitarnya di Dusun Batu
Karut, RT 01/RW 05 Cibereum Wetan, Cimalaka, Sumedang.
Dirumahnya yang sempit itu Een
mengajar sejumlah anak-anak meski di atas tempat tidurnya yang hanya
berukuran tubuhnya, yakni sekitar 1 x 2 meter. Di kamar penuh sesak
berukuran sekitar 3 x 4 meter itu, Een terus bersemangat mengajar
anak-anak didiknya.
Kini, tepat pada Jumat 12 Desember 2014, Een
meninggal dunia di usianya yang ke-51 tahun. Namun banyak pelajaran
hidup yang dapat diambil dari sosok inspiratif itu, khususnya di dunia
pendidikan. Selamat jalan Een Sukaesih semoga Allah memberikan tempat yang terbaik buatmu di alam sana.
1. Ingin Seperti Nabi Ayub
Een sempat mengenyam pendidikan di IKIP Bandung yang kini bernama UPI Bandung. Namun setelah penyakit Rheumatoid arthritis menyerang tubuhnya, praktis, selama 27 tahun terakhir Een Sukaesih harus menjalani hari-harinya di atas pembaringan.
Uwa
Een, begitu sapaan akrabnya, memang hampir sepanjang hidupnya bisa
dikatakan mendapat cobaan dari Sang Pencipta. Betapa tidak, ia menderita
lumpuh tak lama setelah dirinya menuntaskan kuliahnya di Kampus UPI
Bandung hingga tutup usia.
Maka itu ia ingin belajar dari
kehidupan Nabi Ayub AS yang selama hidupnya ditimpa musibah, yakni
penyakit kulit di sekujur tubuhnya. Namun Nabi Ayub tetap bersabar
menerima musibah itu, bahkan semakin bertakwa kepada Allah SWT, setelah
ditinggal sang istri.
"Saya ingin seperti Nabi Ayub, sepanjang
hidupnya dikasih musibah tapi tetap beribadah dan bertakwa kepada Allah
SWT," ujar Een setahun lalu.
Sepanjang hari-harinya, Een memang
selalu berdoa dan berzikir. Lidahnya selalu bertasbih di sela-sela
kegiatan mengajarnya. Pada saat luang waktunya, Een juga rajin membaca
ayat-ayat suci Alquran dan mendengarkan ceramah alim ulama, baik melalui
televisi maupun radio.
2. Pergi ke Tanah Suci Mekah
Een
selain guru pendidikan umum, ia juga dikenal sosok yang religius.
Kepada anak-anak didiknya dia selalu mengajarkan pendidikan agama Islam
di sela-sela mengajar pendidikan umum.
Een bahkan bercita-cita
menunaikan ibadah haji ke tanah suci Mekah, Arab Saudi, untuk menunaikan
rukun Islam ke-5. Dia selalu mempelajari doa-doa dan tata cara
melakukan ibadah haji. Puluhan kaset tentang tata cara haji pun ia
koleksi di lemarinya. Ia bahkan sengaja merekam dengan kaset pita, tata
cara haji melalui televisi ataupun radio.
Satu per satu tata cara
dan doa-doa tentang haji ia hafalkan dari kaset hasil rekamannya itu
dengan sabar, didampingi salah satu muridnya.
Namun
hingga ajal menjemput, Een tak berkesempatan menunaikan ibadah haji.
Kondisi fisiknya tidak memungkinkan, meskipun banyak orang yang ingin
membiayai dirinya ibadah ke Tanah Suci Mekkah. Hanya saja banyak ulama
mengatakan, selama niat beribadah haji itu tulus dan tidak terwujud,
Allah SWT akan mencatat niat tersebut.
3. Mencerdaskan Anak Bangsa
Semangat,
optimistis, ulet, dan inovatif selalu menjadi motto selama kehidupan
Een. Dia adalah sosok guru yang inspiratif yang banyak mengajarkan
kehidupan bagi banyak orang. Betapa tidak, pada saat keterbatasan
fisiknya, dia tetap semangat mengajar kepada anak-anak didiknya.
Pada saat penyakit Rheumatoid arthritis
terus menggerogoti tubuhnya, Een terus mengajar anak-anak didiknya di
atas tempat tidur yang sangat sederhana. Bahkan sakit yang dideritanya
seolah tidak ia rasakan, karena semangat mengajar.
"Kalau mengajar
ketemu anak-anak, badan saya malah nggak sakit. Tapi kalau anak-anak
sudah pada pulang, malah badan jadi terasa sakit," ungkap Een setahun
lalu.
Lantas apa yang membuat Een tetap memiliki semangat tinggi
untuk selalu mengajar di tengah keterbatasan fisiknya itu? Een mengaku
modal semangat itu hanyalah semangat dan keyakinannya untuk memajukan
pendidikan di Tanah Air.
"Cita-cita saya ingin mencerdaskan anak
bangsa, itulah yang membuat saya bangkit," ujar Een saat memberikan
kuliah umum di Kampus UPI Bandung.
4. Bertemu Presiden SBY
Sejatinya,
segudang cita-cita Een andai saja dirinya diberi kesembuhan dari
sakitnya. Namun Tuhan punya cara sendiri untuk membahagiakan wanita
paruh baya itu. Di antara segudang impian, salah satunya ingin bertemu
Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY yang kala itu masih menjabat Presiden
ke-6 RI.
Harapan itu akhirnya terkabul. Een akhirnya dapat bertemu dengan Presiden SBY di Istana Negara usai menerima penghargaan Special Achievement Liputan6 Award untuk kategori Inovasi, Kemanusiaan, Pendidikan, Pemberdayaan Masyarakat dan Lingkungan.
"Semuanya
masih serasa mimpi. Sampai sekarang juga saya tidak pernah membayangkan
akan bertemu dengan Presiden," ungkap Guru Een kepada Liputan6.com usai bertemu SBY setahun lalu.
Bahkan
pertemuan antara Een dan SBY kembali terjadi. SBY dan Ani Yudhoyono
kembali mendatangi Een pada 3 Feb 2014 lalu. Dalam kunjungan itu, SBY
dan Ani Yudhoyono sempat melantunkan beberapa lagu karya SBY. Een
sendiri juga memang menyukai lagu-lagu SBY.
5. Mendirikan Sekolah Pintar
Di
antara impian Een, adalah ingin mendirikan sanggar atau wahana belajar
di rumahnya. Keinginan itu sudah lama ia cita-citakan saat dirinya
memulai mengajar di rumahnya.
Keinginan itu lantaran setelah
dirinya meninggal, anak-anak didiknya masih dapat belajar dengan
fasilitas yang memadai. Sebab, tempat untuk mengajar selama ini memang
terbilang sangat sederhana. Een mengajar di kamarnya penuh sesak, hanya
berukuran sekitar 3 x 4 meter.
Keinginan itu pun terwujud tak lama
setelah dirinya menceritakan keinginan itu kepada orang yang mendatangi
dia. Banyak orang tersentuh hatinya, hingga uluran tangan, bahu-membahu
mewujudkan keinginan Een, dibantu Pemerintah Kota Sumedang dan
pemerintah pusat.
Sanggar pendidikan itu diberi nama Rumah Pintar
yang dibangun di samping rumah Een, di Dusun Batu Karut, RT 01/RW 05
Cibereum Wetan, Cimalaka, Sumedang. Awalnya tempat tersebut akan diberi
nama embel-embel Een Sukaesih, namun 'Kartini' dari kota penghasil tahu
itu menolak. Alasannya, dia tak mau mendirikan tempat pendidikan itu
dibumbui sikap ria.
6. Bertemu Band Bimbo
Bimbo,
grup musik yang berdiri sekitar 1967, memang terkenal dengan
lirik-liriknya yang puitis dan religius pada era 70-an. Selain itu Bimbo
juga identik dengan lagu-lagu balada yang cenderung berpola minor.
Hal
itulah yang membuat Een sangat menggemari karya-karya musik grup musik
asal Bandung itu. Wanita paruh baya itu pun kepincut dengan grup musik
itu, hingga ingin bertemu dengan personel grup musik itu.
Keinginan
Een bertemu grup Bimbo pun terwujud. Pada 2013 lalu, guru inspiratif
asal Sumedang itu akhirnya dipertemukan dengan grup musik yang digawangi
Sam Bimbo, Acil Bimbo, Jaka Bimbo, dan Iin Parlina.
Memasuki era '80-an, Bimbo mulai bermain dengan lagu-lagu dengan tema-tema kritik sosial seperti Antara Kabul dan Beirut atau Surat untuk Reagan dan Brezhnev.
Namun, di sisi lain ciri khas sebagai kelompok religius pun melekat erat. Berawal dengan lagu Tuhan karya Sam Bimbo dan berlanjut dengan album kasidah sekitar 1974.
Dalam
perjalanan musiknya, Bimbo juga banyak menjalin kolaborasi dengan
sederet sastrawan seperti Wing Kardjo dan Taufiq Ismail. Pada 2007,
Bimbo merilis album baru yang antara lain menampilkan karya terbaru
Taufiq Ismail yang berpola kritik sosial yaitu Jual Beli dan Hitam Putih. (Rmn/Ans)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar