Kamis, 23 Juni 2016

Kapolri Pertama yang lengser karena KLENIK

PARA perwira tinggi Polri beberapa kali mengadakan rapat untuk menggulingkan Kapolri pertama, Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo yang menjabat sejak 1945. Mereka juga menghadap Presiden Sukarno menyatakan sikap anti-Soekanto. Alasannya unik.
“Karena Soekanto lebih mementingkan kebatinan daripada urusan kepolisian,” kata Hoegeng Iman Santoso dalam otobiografi Hoegeng Polisi Idaman dan Kenyataan. Dalam upaya menjatuhkan Soekanto, Hoegeng mengaku “tidak terlibat, tidak dilibatkan dan tidak melibatkan diri di dalamnya.”

Hoegeng tidak memandang jelek kebatinan, namun dia setuju pejabat tidak efektif menjalankan tugasnya harus diganti. Dalam kasus Soekanto, dia dinilai oleh banyak perwira tinggi karena kesukaannya terhadap kebatinan. Selain kebatinan, Soekanto juga bergabung dengan gerakan Freemason bahkan diangkat menjadi Suhu Agung Loji Timur Agung pada 1959 menggantikan Soemitro Kolopaking. (Baca: Sukarno Dipengaruhi Freemason)
Laku kebatinan Soekanto dapat dilihat dari Pataka Polri, bendera lambang Polri. Noegroho Djajoesman, sekretaris Direktorat Samapta Polri, berhasil menyelamatkan Pataka Polri ketika Mabes Polri kebakaran pada 1995. Ayahnya, Hendra Djajoesman, tahu persis sejarah Pataka Polri karena pernah menjadi ajudan Soekanto. Menurutnya, Pataka Polri dibuat khusus oleh Soekanto. Benderanya dijahit oleh Nyonya Soekanto.

“Tiang Pataka berasal dari pohon yang terdapat di Pulau Karimun Jawa, yang secara khusus diambil Soekanto dengan cara tirakatan,” kata Hendra dalam biografi Nugroho Djajoesman, Meniti Gelombang Reformasi.

Menurut Hoegeng, Sukarno mengabulkan tuntutan para perwira Polri anti-Soekanto. Soekanto pun kehilangan jabatannya karena menganut kebatinan. Sukarno menawarkan jabatan duta besar di Turki, namun Soekanto menolak. Soekanto diganti Soekarno Djojonegoro sebagai Menteri Panglima Angkatan Kepolisian/Kepala Kepolisian Negara pada 14 Desember 1959.
Sementara itu, Moehammad Jasin, panglima Korps Mobiele Brigade (kemudian Brimob) yang berada di pihak Soekanto, punya cerita lain penjatuhan Soekanto. Dia tidak membantah soal kebatinan yang dilakoni Soekanto. Namun, dalam Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang, dia menguraikan bahwa Partai Komunis Indonesia (PKI) yang berada di balik penggulingan Soekanto.

Sukarno mengangkat Jasin sebagai wakil Soekarno Djojonegoro, namun dia menolak. “Saya lebih baik dikembalikan ke daerah jika Bung Karno mengangkat Soekarno Djojonegoro sebagai pemimpin Kepolisian Negara karena dia diarahkan oleh PKI,” kata Jasin yang diangkat menjadi Pahlawan Nasional pada 2015.

Bahkan, Jasin meminta kepada Sukarno agar meninjau kembali pengangkatan Soekarno Djojonegoro. Akibatnya, Jasin dikirim menjadi minister counselor pada kedutaan besar Indonesia untuk Jerman Barat.

Soekarno Djojonegoro menjabat Menteri Panglima Angkatan Kepolisian/Kepala Kepolisian Negara sampai 30 Desember 1963.
(sumber cerita: HistoriA)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar