PARA perwira tinggi Polri beberapa kali mengadakan rapat untuk
menggulingkan Kapolri pertama, Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo yang
menjabat sejak 1945. Mereka juga menghadap Presiden Sukarno menyatakan
sikap anti-Soekanto. Alasannya unik.
“Karena Soekanto lebih mementingkan kebatinan daripada urusan kepolisian,” kata Hoegeng Iman Santoso dalam otobiografi Hoegeng Polisi Idaman dan Kenyataan. Dalam upaya menjatuhkan Soekanto, Hoegeng mengaku “tidak terlibat, tidak dilibatkan dan tidak melibatkan diri di dalamnya.”
Hoegeng tidak memandang jelek kebatinan, namun dia setuju pejabat
tidak efektif menjalankan tugasnya harus diganti. Dalam kasus Soekanto,
dia dinilai oleh banyak perwira tinggi karena kesukaannya terhadap
kebatinan. Selain kebatinan, Soekanto juga bergabung dengan gerakan
Freemason bahkan diangkat menjadi Suhu Agung Loji Timur Agung pada 1959
menggantikan Soemitro Kolopaking. (Baca: Sukarno Dipengaruhi Freemason)
Laku kebatinan Soekanto dapat dilihat dari Pataka Polri, bendera
lambang Polri. Noegroho Djajoesman, sekretaris Direktorat Samapta Polri,
berhasil menyelamatkan Pataka Polri ketika Mabes Polri kebakaran pada
1995. Ayahnya, Hendra Djajoesman, tahu persis sejarah Pataka Polri
karena pernah menjadi ajudan Soekanto. Menurutnya, Pataka Polri dibuat
khusus oleh Soekanto. Benderanya dijahit oleh Nyonya Soekanto.
“Tiang Pataka berasal dari pohon yang terdapat di Pulau Karimun Jawa,
yang secara khusus diambil Soekanto dengan cara tirakatan,” kata Hendra
dalam biografi Nugroho Djajoesman, Meniti Gelombang Reformasi.
Menurut Hoegeng, Sukarno mengabulkan tuntutan para perwira Polri
anti-Soekanto. Soekanto pun kehilangan jabatannya karena menganut
kebatinan. Sukarno menawarkan jabatan duta besar di Turki, namun
Soekanto menolak. Soekanto diganti Soekarno Djojonegoro sebagai Menteri
Panglima Angkatan Kepolisian/Kepala Kepolisian Negara pada 14 Desember
1959.
Sementara itu, Moehammad Jasin, panglima Korps Mobiele Brigade
(kemudian Brimob) yang berada di pihak Soekanto, punya cerita lain
penjatuhan Soekanto. Dia tidak membantah soal kebatinan yang dilakoni
Soekanto. Namun, dalam Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang, dia menguraikan bahwa Partai Komunis Indonesia (PKI) yang berada di balik penggulingan Soekanto.
Sukarno mengangkat Jasin sebagai wakil Soekarno Djojonegoro, namun
dia menolak. “Saya lebih baik dikembalikan ke daerah jika Bung Karno
mengangkat Soekarno Djojonegoro sebagai pemimpin Kepolisian Negara
karena dia diarahkan oleh PKI,” kata Jasin yang diangkat menjadi
Pahlawan Nasional pada 2015.
Bahkan, Jasin meminta kepada Sukarno agar meninjau kembali pengangkatan Soekarno Djojonegoro. Akibatnya, Jasin dikirim menjadi minister counselor pada kedutaan besar Indonesia untuk Jerman Barat.
Soekarno Djojonegoro menjabat Menteri Panglima Angkatan Kepolisian/Kepala Kepolisian Negara sampai 30 Desember 1963.
(sumber cerita: HistoriA)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar