Seorang diplomat yaitu selalu menerapkan nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika dalam sikap dan perilakunya, tidak menolak tugas, selalu menolak gratifikasi, dan tidak menggunakan media sosial yang dapat merugikan bangsa dan negara, harus selalu menegakkan etika yang baik sewaktu menjadi staf atau satuan pimpinan kerja. Ketika membahas contoh pelanggaran etika diplomat, Staf Ahli Manajemen menyampaikan, "Memang ada irisan yang banyak antara melanggar kode etik dengan melanggar hukum/pidana". Oleh karena itu, Staf Ahli Manajemen menekankan pentingnya komunikasi yang baik untuk selalu mengingatkan sesama diplomat mengenai kode etik diplomat ini.
Para diplomat juga diminta untuk selalu memperhatikan nilai-nilai kepatutan untuk tidak melanggar hukum, harga diri yang mengakibatkan citra bangsa tercederai.
Pada kesempatan itu Staf Ahli Manajemen juga berdiskusi dengan para peserta Sesdilu mengenai manajemen Kementerian Luar Negeri. Salah satu masukan yang muncul yaitu tentang perlunya penyediaan jasa konseling psikologi dan hukum bagi para diplomat. Terkait hal tersebut, Direktur Sesdilu, Dr. Nana Yuliana, menyampaikan bahwa di akhir kegiatan Sesdilu, para peserta akan menjalani tes psikologi untuk mengukur kecenderungan kompetensi para peserta. Hasil tes psikologi ini nantinya dapat menjadi pertimbangan pimpinan dalam memutuskan penugasan yang bersangkutan ke depan di Perwakilan RI di luar negeri.
Sesdilu Angkatan ke-58 telah berlangsung sejak tanggal 13 Februari 2017 dan diikuti oleh 28 orang Diplomat Muda Kementerian Luar Negeri, 17 orang diantaranya adalah wanita. (sumber: Kementerian Luar Negeri)
.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar