Senin, 26 Agustus 2013

Menjinakkan Anak Wilayah Tanah Abang

Photo Antara
TEMPO.CO, JakartaTaufik alias Opik, 37 tahun, sibuk mengamati para pedagang yang mendaftar untuk mendapatkan kios di Blok G Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat. "Yang ini pedagang di Kebon Kacang, yang ini saya tidak tahu," katanya kepada Tempo sambil memperhatikan satu per satu berkas pendaftar di kantor Kecamatan Tanah Abang, Jumat pekan lalu. "Saya sudah hafal nama, wajah, dan alamat PKL."


Taufik adalah satu dari puluhan "anak wilayah" di Pasar Tanah Abang yang berperan dalam proses verifikasi. Lelaki yang mengenakan baju koko ini tahu betul siapa-siapa PKL di sepanjang Jalan K.H. Mas Mansyur sampai Pasar Jati. Namun Taufik menolak dikatakan sebagai anak wilayah. "Itu maknanya terlalu luas," ujarnya. Dia lebih setuju disebut sebagai pedagang yang telah turun-temurun berjualan di Tanah Abang.
"Anak wilayah" lainnya, Aris, 45 tahun, mengaku pasrah karena sekarang jasa keamanan yang dia jual kepada PKL tak laku lagi. "Dulu pendapatan saya sampai Rp 2 juta sebulan," kata mantan preman Tanah Abang yang mengurus sekitar 40 PKL ini.

Aris mengatakan tidak ada paksaan setiap kali memungut uang dari para pedagang. "Istilahnya suka sama suka," ujarnya. "Tapi kadang kami negosiasi. Kalau pedagang mampu membayar Rp 200 ribu per hari, ditawar jadi Rp 300 ribu. Mereka mau." Sama seperti Taufik, Aris juga tahu betul mana PKL Tanah Abang dan mana yang bukan.

Camat Tanah Abang, Hidayatullah, mengatakan pemerintah sengaja merangkul 75 "anak wilayah" dalam proses penyaringan pedagang Blok G karena merekalah yang tahu betul PKL yang berjualan di Tanah Abang. "Sekaligus agar anak wilayah ini tak mengajak para PKL untuk kembali turun ke jalan," ujarnya. Pendekatan kepada mereka, menurut Hidayatullah, dilakukan sejak awal Juli lalu.

Meski sudah didekati, toh upaya pembongkaran lapak PKL di Blok F beberapa hari setelah Lebaran berlangsung ricuh. Sejumlah anak wilayah menyerang petugas. Setelah itu, dilakukan pendekatan lagi sampai dituangkan dalam surat perjanjian. "Nantinya, anak wilayah itu akan menjadi petugas keamanan," kata Hidayatullah.

Dalam wawancara dengan Tempo, dua pekan lalu, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengatakan membenahi PKL di Tanah Abang tak sesulit di Solo. "Dulu sampai tujuh bulan dengan 54 kali pertemuan, tapi ini tidak sampai 10 kali," katanya. Mantan Wali Kota Solo itu memerintahkan Wali Kota Jakarta Pusat Saefullah bernegosiasi dengan mereka yang punya kepentingan di Tanah Abang. "Kalau mentok, baru ke saya."

Ihwal penertiban PKL Tanah Abang, mantan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo berharap agar langkah itu tak berhenti. "Saya doakan mudah-mudahan langgeng," ujarnya. Menurut Fauzi, PKL memang harus ditertibkan dari jalan karena mengakibatkan kemacetan lalu lintas.
Belum juga PKL resmi berjualan di Blok G pada 1 September nanti, sejumlah bekas PKL Tanah Abang menyatakan bakal nekat berjualan di jalan jika tak mendapat kios. "Saya mau dagang lagi di Jalan Kebon Jati," kata Iwan, 30 tahun, pedagang jilbab di Tanah Abang sejak 2004. Dia mengaku tak takut digaruk petugas dan disidang karena melanggar aturan. "Bukan cuma saya kok, teman-teman yang lain juga mau nekat sebagai bentuk protes."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar