Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau yang lebih dikenal dengan panggilan (Ahok) punya cara jitu untuk menekan pemborosan. Salah satunya tidak melakukan studi banding ke luar negeri. "Enggak perlu studi banding, tapi dubesnya yang ke sini. Bikin capek Pak Dubes RI aja terima tamu terus di sana," kata Ahok di Kantor Balai Kota, Kamis (4/4) bulan lalu.
Dengan demikian, Pemprov DKI bisa menghemat biaya tanpa harus bawahannya studi banding ke luar negeri.
"Menghemat waktu sehari belajar sebuah negara. Kalau saya cuma studi banding, dua hari, seminggu ke Jerman. Dapat apa?" ujar Ahok.
Berikut duta besar-duta besar Indonesia yang pernah singgah di Balai Kota:
1. Belajar menata museum
Pada April lalu, Ahok
kedatangan tamu Dubes Indonesia untuk Prancis, Rezlan I Jenie. Dalam
pertemuan tersebut, Rezlan menceritakan konsep di bidang pariwisata.
"Untuk saya yang bertugas di Prancis yang menjadi perhatian adalah bagaimana kita membangun kekuatan yang dimiliki Jakarta. Dalam konteks pariwisata, seperti yang diketahui wisatawan ingin lihat berbagai hal yang dimiliki satu kota. Nah kita tadi perlu mencari peluang kerja sama untuk bisa menampilkan kekuatan yang ada di Jakarta," kata Rezlan di Kantor Balai Kota, Jakarta, Kamis (4/4).
Menurut Rezlan, kemungkinan besar akan dijalin sebuah kerjasama untuk meningkatkan wisatawan untuk singgah di Ibu Kota Jakarta. "Kemungkinan kerja sama di bidang permuseuman atau kemungkinan pemeliharaan bangunan-bangunan tua dan sebagainya. Kita membicarakan keperluan DKI untuk mengetahui peluang apa yang dimiliki dan bisa diperoleh di negara RI," kata Rezlan.
Diakui Rezlan, dirinya memerlukan daftar museum di DKI Jakarta dan bagaimana mengelolanya. Bukan hanya itu, tetapi bagaimana memperkenalkannya ke luar. "Saya diminta bicara tentang pariwisata, objek wisata tentang museum. Kita di Prancis banyak museum apalagi di Paris dan bagus-bagus, pengelolaan bagus," tandasnya.
"Untuk saya yang bertugas di Prancis yang menjadi perhatian adalah bagaimana kita membangun kekuatan yang dimiliki Jakarta. Dalam konteks pariwisata, seperti yang diketahui wisatawan ingin lihat berbagai hal yang dimiliki satu kota. Nah kita tadi perlu mencari peluang kerja sama untuk bisa menampilkan kekuatan yang ada di Jakarta," kata Rezlan di Kantor Balai Kota, Jakarta, Kamis (4/4).
Menurut Rezlan, kemungkinan besar akan dijalin sebuah kerjasama untuk meningkatkan wisatawan untuk singgah di Ibu Kota Jakarta. "Kemungkinan kerja sama di bidang permuseuman atau kemungkinan pemeliharaan bangunan-bangunan tua dan sebagainya. Kita membicarakan keperluan DKI untuk mengetahui peluang apa yang dimiliki dan bisa diperoleh di negara RI," kata Rezlan.
Diakui Rezlan, dirinya memerlukan daftar museum di DKI Jakarta dan bagaimana mengelolanya. Bukan hanya itu, tetapi bagaimana memperkenalkannya ke luar. "Saya diminta bicara tentang pariwisata, objek wisata tentang museum. Kita di Prancis banyak museum apalagi di Paris dan bagus-bagus, pengelolaan bagus," tandasnya.
2. Belajar mengelola sampah
Ahok
pernah menerima kunjungan Eddy Pratomo, Duta Besar RI untuk Jerman di
Balai Kota, Jakarta. Salah satu topik pembahasan mereka adalah soal
pengelolaan sampah.
"Ya tadi dengan Jerman khusus ya tentang pengelolaan sampah. Ada tim dari Jerman untuk ke Pemprov DKI Jakarta untuk mempelajari masalah pembuangan sampah," kata Eddy di Balai Kota, Jakarta, Kamis (4/4).
Menurut Eddy, perbandingan antara persoalan sampah di Jerman dengan di Jakarta adalah faktor budaya masyarakatnya. Dia mengatakan publik Jerman merupakan manusia basah dan sudah disiplin.
"Jadi setiap hari itu ada pengambilan sampah secara teratur, misalnya Senin adalah sampah yang di kotak hijau yang daun-daun, yang Selasa adalah sampah botol-botol dan plastik. Kemudian sampah rumah tangga lainnya pada hari Rabu yang warna kuning sebagainya. Diambil oleh mobil yang juga berbeda, sehingga rumah tangga Jerman ini biasanya sangat teratur dalam pembuangan sampah sesuai dengan jadwal," katanya.
Untuk menyerap konsep pembuangan sampah itu, pihak Jerman akan mengirim tim untuk memberikan pengalaman. Nantinya, ada satu kecamatan atau kelurahan yang menjadi pilot project.
"Ya tadi dengan Jerman khusus ya tentang pengelolaan sampah. Ada tim dari Jerman untuk ke Pemprov DKI Jakarta untuk mempelajari masalah pembuangan sampah," kata Eddy di Balai Kota, Jakarta, Kamis (4/4).
Menurut Eddy, perbandingan antara persoalan sampah di Jerman dengan di Jakarta adalah faktor budaya masyarakatnya. Dia mengatakan publik Jerman merupakan manusia basah dan sudah disiplin.
"Jadi setiap hari itu ada pengambilan sampah secara teratur, misalnya Senin adalah sampah yang di kotak hijau yang daun-daun, yang Selasa adalah sampah botol-botol dan plastik. Kemudian sampah rumah tangga lainnya pada hari Rabu yang warna kuning sebagainya. Diambil oleh mobil yang juga berbeda, sehingga rumah tangga Jerman ini biasanya sangat teratur dalam pembuangan sampah sesuai dengan jadwal," katanya.
Untuk menyerap konsep pembuangan sampah itu, pihak Jerman akan mengirim tim untuk memberikan pengalaman. Nantinya, ada satu kecamatan atau kelurahan yang menjadi pilot project.
3. Belajar manajemen lalu lintas
Ahok juga mengundang mantan Dubes Indonesia di Kolombia, Michael Manufandu. Ahok
meminta Michael berbagi pengalaman seputar manajemen lalu lintas
khususnya untuk moda transportasi massal Bus Rapid Transit (BRT).
"Beliau minta pengalaman soal busway di Kolombia, mencegah kemacetan, sampah, dan lainnya. Dan saya minta studi mengenai masalah Jakarta," ujar Michael di Balai Kota Jakarta, Kamis (10/1).
Menurutnya, banyak hal yang harus diperbaiki dalam manajemen tata kelola Jakarta sebagai ibu kota. Bukan semata-mata mengharapkan pendapatan daerah yang terus meningkat.
"Poin-poinnya, manajemen harus lebih baik dan diintensifkan bukan hanya untuk penghasilan kecil tapi untuk semua warga, itu jadi pengalaman di Kolombia," jelasnya.
Di Kolombia, Michael melihat warga yang menggunakan kendaraan pribadi sangat sedikit. Karena harga bensin di negara itu sangat mahal. "Jadi orang punya mobil, harga bensinnya lebih mahal, jadi orang akan beralih ke busway," katanya.
"Beliau minta pengalaman soal busway di Kolombia, mencegah kemacetan, sampah, dan lainnya. Dan saya minta studi mengenai masalah Jakarta," ujar Michael di Balai Kota Jakarta, Kamis (10/1).
Menurutnya, banyak hal yang harus diperbaiki dalam manajemen tata kelola Jakarta sebagai ibu kota. Bukan semata-mata mengharapkan pendapatan daerah yang terus meningkat.
"Poin-poinnya, manajemen harus lebih baik dan diintensifkan bukan hanya untuk penghasilan kecil tapi untuk semua warga, itu jadi pengalaman di Kolombia," jelasnya.
Di Kolombia, Michael melihat warga yang menggunakan kendaraan pribadi sangat sedikit. Karena harga bensin di negara itu sangat mahal. "Jadi orang punya mobil, harga bensinnya lebih mahal, jadi orang akan beralih ke busway," katanya.
4. Kerjasama bisnis dengan Qatar
Kemarin, Ahok mengundang Dubes Indonesia untuk Qatar Deddy Saiful Hadi untuk berbincang di Jakarta. Ahok, sapaan Basuki melihat pentingnya negara-negara Teluk di kancah pergaulan global.
"Yang pegang duit sekarang itu, kan bukan Eropa tapi China dan negara Teluk. Nah, negara Teluk sadar bahwa minyaknya bisa habis. Mereka juga punya bisnis. Mereka juga punya BUMN," ujar Ahok di Balai Kota, Jumat (23/8) mengungkap alasannya ingin mengetahui lebih banyak soal Qatar.
Menurut Ahok, Qatar bisa masuk ke Jakarta untuk bisnis. Model kerja samanya adalah business to business. "Kita join aja masuk sini. Terus ini namanya gimana. Dia mau kasih nama New Doha, New Qatar juga terserah. Kalau mau bawa duit ke sini boleh-boleh saja," kata Ahok.
Mengenai bidang kerja sama, menurut Ahok sangat luas. Bisa pengolahan air limbah atau pengelolaan sampah. "Terus tenaga kerja kita kirim udah kerja sama pasti gampang," tegasnya.
"Bukan kita yang pilih Qatar, tapi ada yang baik hati sama kita, daripada kita studi banding ke sana. Mending dubes yang dateng semua SKPD dengerin. Kita pergi belum tentu dapat cerita yang banyak. Dubes sudah 1 tahun pengalaman masih banyak," katanya.
"Yang pegang duit sekarang itu, kan bukan Eropa tapi China dan negara Teluk. Nah, negara Teluk sadar bahwa minyaknya bisa habis. Mereka juga punya bisnis. Mereka juga punya BUMN," ujar Ahok di Balai Kota, Jumat (23/8) mengungkap alasannya ingin mengetahui lebih banyak soal Qatar.
Menurut Ahok, Qatar bisa masuk ke Jakarta untuk bisnis. Model kerja samanya adalah business to business. "Kita join aja masuk sini. Terus ini namanya gimana. Dia mau kasih nama New Doha, New Qatar juga terserah. Kalau mau bawa duit ke sini boleh-boleh saja," kata Ahok.
Mengenai bidang kerja sama, menurut Ahok sangat luas. Bisa pengolahan air limbah atau pengelolaan sampah. "Terus tenaga kerja kita kirim udah kerja sama pasti gampang," tegasnya.
"Bukan kita yang pilih Qatar, tapi ada yang baik hati sama kita, daripada kita studi banding ke sana. Mending dubes yang dateng semua SKPD dengerin. Kita pergi belum tentu dapat cerita yang banyak. Dubes sudah 1 tahun pengalaman masih banyak," katanya.
(Sumber: Merdeka.com)
barangkali yang disampaikan Ahok ada baiknya disimak...saya ingat selama saya tugas di LA 5 Tahun betapa banyak rombongan delegasi dpr, dprd dan pemda yang mengadakan study banding ke ln mulai dari masalah kebersihan, masalah lalu lintas, masalah sampah, penataan kota dsb dsb..nampaknya study banding tersebut hanyalah sebuah pemborosan anggaran...dan hanya untuk jalan2...kalau mau study banding mestinya'kan cukuplah beberapa orang saja bukan seperti mengadakan konsert...Bravo pak Ahok...
BalasHapus