Kamis, 31 Juli 2014

NATO Tidak Siap Melawan Rusia


Kesiagaan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) amat lemah ketika salah satu negara anggotanya diserang Rusia, kata laporan Komite Pertahanan parlemen Inggris.

Komite yang beranggotakan sejumlah anggota Majelis Rendah parlemen Inggris tersebut merujuk konflik di Ukraina sebagai bukti kekurangan NATO.

Serangan non-konvensional Rusia, yang menggunakan taktik asimetris atau ‘peperangan ambigu—dirancang untuk menyelusup di bawah kesiagaan NATO. Hal ini sulit untuk dibalas.
‘Kejadian seperti di Ukraina tahun ini, lalu sebelumnya serangan siber di Estonia pada 2007, serta invasi Georgia pada 2008 adalah panggilan kepada NATO agar bangun dari tidur’, demikian petikan laporan itu.
Guna mengantisipasi serangan semacam itu di masa mendatang, laporan tersebut merekomendasikan penambahan pasukan NATO di negara-negara Balkan yang rentan, termasuk Estonia, Latvia, dan Lithuania.
Lalu, NATO disarankan menyiapkan pasukan khusus guna menghadapi serangan non-konvensional, termasuk serangan siber. NATO juga diminta mengadakan latihan dalam skala besar serta meningkatkan jumlah pasukan reaksi cepat secara signifikan.
“Risiko serangan Rusia ke salah satu negara anggota NATO, walaupun kecil, namun signifikan. Kami tidak yakin NATO siap atas ancaman ini. NATO terlalu santai menghadapi ancaman Rusia,” kata Rory Stewart, Ketua Komite Pertahanan dari Partai Konservatif.
Padahal, sambungnya, taktik Rusia berubah cepat, termasuk serangan siber, mendukung kelompok separatis, dan mengombinasikan warga sipil bersenjata dengan pasukan khusus tanpa emblem kesatuan.

Dikaji

Juru bicara NATO, Oana Lungescu, mengaku belum melihat laporan yang disusun Komite Pertahanan Majelis Rendah Inggris.
“Namun, kami akan mengkajinya secara seksama begitu laporan tersebut dipublikasikan. Pada Maret lalu, Sekretaris Jenderal NATO Anders Fogh Rasmussen menyatakan aksi militer Rusia di dan sekitar Ukraina merupakan panggilan bagi aliansi dan komunitas internasional.

“Dia juga menekankan bahwa NATO harus beradaptasi dengan lingkungan keamanan yang berubah. NATO telah menempuh sejumlah langkah untuk menguatkan pertahanan kolektif, khususnya untuk sekutu kami di timur, dengan lebih banyak pesawat, kapal, dan latihan di darat,” ujar Lungescu.
NATO dibentuk pada 1949, empat tahun sesudah Perang Dunia Kedua berakhir. Berdasarkan Pasal 5 Traktat 1949, aliansi itu sepakat membantu pertahanan bila salah satu negara anggotanya diserang musuh.
Setelah Perang Dingin usai dan Uni Soviet bubar, NATO melebarkan sayap ke Eropa Timur. Anggota NATO kini mencakup Latvia, Lithuania, dan Estonia yang dulu menjadi bagian Uni Soviet dan Pakta Warsawa.
(dikutip dari: BBC Indonesia)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar