Setelah Indonesia
memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, Menteri Luar Neger
pertama Achmad Subardjo ditunjuk oleh Presiden Soekarno, harus bekerja mulai
dari nol dalam arti harus menjalankan tugas di bidang politik luar negeri tanpa
ditunjang oleh aparatur atau organisasi pemerintahan dan tenaga kerja yang
memadai. Hal ini berbeda dengan menteri-menteri lainnya dalam Kabinet RI yang
pertama yang dapat mengambil alih organisasi yang ada yang ditinggalkan
Pemerintahan Kolonial Belanda atau Jepang. Menteri Luar Negeri Achmad Subardjo
pada waktu itu hanya dibantu oleh dua orang tenaga wanita yaitu Herawati Diah
dan Jo Abdurrachman serta beberapa pemuda. Kantor pun masih berlokasi di rumah
pribadi beliau di jalan Cikini Raya no 80-82.
Rekruitmen tenaga kerja atau
pegawai Kemlu baru dimulai ketika sudah mendapat kantor di jalan CIlacap no 4
yaitu menumpang di gedung Kementerian Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan di
tingkat dua gedung tersebut. Tenaga kerja diseleksi dari mereka yang menjawab
iklan yang disebarkan melalui surat-surat kabar. Selanjutnya pelaksanaan tugas
sehari-hari dipimpin oleh Sudjono yang berperan sebagai Sekretaris Departemen
dengan status “Pegawai Negeri TInggi”.
Pada bulan Oktober 1945 akhirnya Kemlu
mendapat kantor sendiri di jalan Pegangsaaan Timur (sekarang jalan Proklamasi).
Namun Kemlu tetap belum dapat berfungsi secara penuh karena pada waktu itu RI
belum mempunyai perwakilan di luar negeri, meski secara organisasi sedikit demi
sedikit mulai berkembang dengan terbentuknya bagian-bagian yang melasakanakan
tugas tertentu.
Pada tahun 1946, Utoyo Ramelan
diangkat sebagai Sekretaris Jenderal Kemlu yang pertama namun belum sempat
melaksanakan tugas, beliau dikirim ke Singapura sebagai Wakil RI. Tugas Sekjen
kemudian dilaksanakan oleh Pandhu Suradhiningrat selaku Pj. Sekjen. Selanjutnya
menyusul agresi Belanda, pada tahun 1974, Kemlu dibentuk di Yogjakarta dan
beberapa tenaga muda dikirim dari Jakarta, sementara pegawai-pegawai lain untuk
sementara di bebas tugaskan. Tugas Kemlu Yogjakarta pada waktu itu lebih
ditekankan pada membantu delegasi ke perundingan-perundingan dengan Belanda.
Sesuai dengan politik Pemerintah untuk mendobrak isolasi dan blockade Belanda
terhadap Indonesia, maka Kemlu berusaha membuka beberapa perwakilan di luar
negeri. Perhatian utamanya ditujukan kepada Negara-negara tetangga seperti
Singapura, Malaya, Australia, Thailand, Sri Lanka, India, dan Pakistan. Di luar
itu, perhatian juga ditujukan ke London dan Markas Besar PBB (masih di Lake
Success, New York). Di samping itu, kepentingan Indonesia di luar negeri juga
dipsatkan pada negara-negara dimana terdapat masyrakat Indonesia. Tersiarnya
kemerdekaan RI telah membangkitkan rasa patriotism orang-orang Indonesia ini
dan Kemlu membina hubungan dengan mereka sehingga dapat membantu perjuangan RI
di luar negeri. Hubungan Kemlu dengan masyarakat Indonesia di negara-negara
asing ini dapat dikatakan merupakan awal dari kegiatan Kemlu di luar negeri.
Setelah dicapai perjanjian
Roem-Royen, pegawai-pegawai Kemlu yang tadinya terpencar karena agresi Belanda
mulai dipekerjakan kembali. Selanjutnya pada bulan Desember 1949, melalui
persetujuan Hatta-Stikker (Menlu RI dan Menlu Belanda), tujuh tenaga muda
Indonesia ditempatkan pada Ministerie van Buitenlandse Zaken di Den Haag untuk
mengikuti kursus dinas luar negeri sambil menimba pengalam dalam tugas di
Kementerian Luar Negeri.
Pembukaan Indonesian Office di
Singapura dan Penang Sebelum pengakuan kedaulatan RI merupakan perwakilan RI
yang pertama dan peran kedua perwakilan ini amat penting dalam memperjuangkan
pengakuan internasional untuk kemerdekaan Indonesia. Selanjutnya
perwakilan-perwakilan lain juga dibuka di sejumlah negara antara lain New
Delhi, Rangoon, Kairo, Canberra, Washington DC, London serta New York (Lake
Success). Pada waktu itu pimpinan perwakilan disebut sebagai “Wakil RI” yang
umumnya merupakan pejabat yang dikirim oleh Menteri Luar Negeri dari Jakarta,
sedangkan para staf yang kebanyakan masih direkrut dari pejuang-pejuang
Indonesia telah bermukim di luar negeri, tidak mempunyai sebutan apa-apa. Baru
sesudah pengakuan kedaulatan, Indonesia harus menyesuaikan diri dengan
kebiasaan internasional sehingga perwakilan-perwakilan RI dijadikan
perwakilan-perwakilan diplomatik atau konsuler. Tenaga-tenaga kerja yang ada di
Kemlu juga mulai dikategorikan dalam golongan-golongan Pegawai Dinas Dalam
Negeri dan Pegawai Dinas Luar Negeri.
Sementara itu sebagai kantor,
pada awal tahun 1950 akhirnya Kemlu mendapat gedung yang lebih layak yang
terletak di Taman Pejambon 6 (alamat yang sama sampai sekarang : red.). sebelum
Perang Dunia Kedua gedung ini digunakan oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai
tempat persidangan Volksraad (Dewan Rakyat) sedangkan pada masa pendudukan Jepang
digunakan sebagai tempat sidang Panitia Penyelidikan Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia. Gedung ini juga dikenal sebagai tempat Ir. Soekarno yang
merupakan salah satu anggota Panitia di atas, mengucapkan pidato pada tanggal 1
Juni 1945, tentang sendi-sendi Pancasila yang kemudian menjadi falsafah negara.
Karena itulah gedung itu dikenal sampai sekarang sebagai Gedung Pancasila.
Sebagaimana disebutkan di atas,
pengakuan kedaulatan oleh Belanda juga membawa dampak structural pada status
dan organisasi perwakilan RI. Untuk itu, beberapa langkah di ambil antara lain:
mendirikan perwakilan tersendiri di negara-negara penting bagi Indonesia yang
lepas dari perwakilan Belanda; mengakreditasikan duta besar RI pertama di
berbagai negara; dan mengisi perwakilan-perwakilan RI dengan home staff. Dengan
langkah di atas, pada tahun pertama
sesudah pengakuan kedaulatan, Indonesia mempunyai 28 perwakilan di luar negeri
dengan 94 Pejabat Diplomatik / Konsuler dan seorang Konsul Kehormatan. Di dalam
negeri terdapat 47 Pejabat Diplomatik/Konsuler.
Untuk memenuhi keperluan Pejabat
Diplomatik/Konsuler pendidikan atau Kursus Diplomatik/Konsuler dimulai sejak
tahun 1950 yang dilakukan di Jakarta dan kursus kanselir di Singapura.
Selanjutnya, dibuka Akademi Dinas Luar Negeri yang menghasilkan 13 lulusan
pertamanya pada tahun 1953
Tidak ada komentar:
Posting Komentar