Diplomat senior Indonesia, Makarim Wibisono, mengatakan, ada tiga syarat untuk menjadi diplomat ulung.
"Pertama adalah integritas. Seorang diplomat yang bagus itu mempunyai integritas," ujarnya dalam acara bedah buku karya Nazaruddin Nasution di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Rabu.
Makarim memberi contoh rekan seangkatannya ketika mengikuti (sekolah) Staf Dinas Luar Negeri (Sesdilu) 1974-1975, Nazaruddin Nasution, yang dengan tegas menolak ketika hendak disuap.
Dia mengatakan, di Kementerian Luar Negeri (Kemlu) juga banyak terjadi kejahatan, sehingga tak heran juga terdapat duta besar yang menjadi penghuni sel penjara.
"Hal kedua adalah kompetensi. Seorang diplomat tidak hanya menguasai satu bidang," paparnya
Ia berpendapat, seorang diplomat agar bergelut di berbagai bidang. Oleh karena itu untuk menjadi diplomat ulung harus terus belajar dan berbenah diri.
"Terakhir adalah jiwa kepemimpinan. Tanpa adanya jiwa kepemimpinan, banyak diplomat yang karirnya tidak naik-naik," tegasnya.
Makarim menambahkan, profesi diplomat sangat berbeda dengan profesi dokter, insinyur ataupun petani.
Hal itu, menurutnya, dikarenakan keahlian diplomasi sulit dipelajari, karena merupakan seni.
Karenanya, demikian Makarim, tak heran di Amerika Serikat, tidak ditemukan sekolah diplomatik.
"Karena menurut Amerika, diplomasi itu hanya bisa ditularkan. Jadi menurut saya, apa yang ditulis oleh Nazaruddin Nasution adalah salah satu cara untuk mempersiapkan generasi muda," urainya.
Nazaruddin Nasution, (70), diplomat senior Indonesia menulis buku yang berjudul "Dari Aktivis Menjadi Diplomat" dan berisi catatan kecil dari perjalanan hidupnya.
Nazaruddin ditempa dan dibesarkan sebagai remaja semasa rezim Orde Lama dengan ikon Soekarno, lalu memasuki usia dewasa di masa Orde Baru.
Lelaki yang akrab disapa Bung Nazar itu sempat bertugas di berbagai pos mulai dari Bangkok, New York, Ottawa, Washington, Phnom Penh dan akhirnya mencapai karier tertinggi sebagai Duta Besar RI untuk Kamboja.
"Tugas diplomat jelas tidak mudah. Baik atau buruk negara, saya tetap harus tetap menjaga keharuman bangsa dan negara," ujar Bung Nazar.
"Pertama adalah integritas. Seorang diplomat yang bagus itu mempunyai integritas," ujarnya dalam acara bedah buku karya Nazaruddin Nasution di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Rabu.
Makarim memberi contoh rekan seangkatannya ketika mengikuti (sekolah) Staf Dinas Luar Negeri (Sesdilu) 1974-1975, Nazaruddin Nasution, yang dengan tegas menolak ketika hendak disuap.
Dia mengatakan, di Kementerian Luar Negeri (Kemlu) juga banyak terjadi kejahatan, sehingga tak heran juga terdapat duta besar yang menjadi penghuni sel penjara.
"Hal kedua adalah kompetensi. Seorang diplomat tidak hanya menguasai satu bidang," paparnya
Ia berpendapat, seorang diplomat agar bergelut di berbagai bidang. Oleh karena itu untuk menjadi diplomat ulung harus terus belajar dan berbenah diri.
"Terakhir adalah jiwa kepemimpinan. Tanpa adanya jiwa kepemimpinan, banyak diplomat yang karirnya tidak naik-naik," tegasnya.
Makarim menambahkan, profesi diplomat sangat berbeda dengan profesi dokter, insinyur ataupun petani.
Hal itu, menurutnya, dikarenakan keahlian diplomasi sulit dipelajari, karena merupakan seni.
Karenanya, demikian Makarim, tak heran di Amerika Serikat, tidak ditemukan sekolah diplomatik.
"Karena menurut Amerika, diplomasi itu hanya bisa ditularkan. Jadi menurut saya, apa yang ditulis oleh Nazaruddin Nasution adalah salah satu cara untuk mempersiapkan generasi muda," urainya.
Nazaruddin Nasution, (70), diplomat senior Indonesia menulis buku yang berjudul "Dari Aktivis Menjadi Diplomat" dan berisi catatan kecil dari perjalanan hidupnya.
Nazaruddin ditempa dan dibesarkan sebagai remaja semasa rezim Orde Lama dengan ikon Soekarno, lalu memasuki usia dewasa di masa Orde Baru.
Lelaki yang akrab disapa Bung Nazar itu sempat bertugas di berbagai pos mulai dari Bangkok, New York, Ottawa, Washington, Phnom Penh dan akhirnya mencapai karier tertinggi sebagai Duta Besar RI untuk Kamboja.
"Tugas diplomat jelas tidak mudah. Baik atau buruk negara, saya tetap harus tetap menjaga keharuman bangsa dan negara," ujar Bung Nazar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar