Profesor Dr. Mochtar Kusumaatmadja dikenal sebagai seorang diplomat
ulung yang dimiliki oleh Indonesia. Sosoknya begitu dihormati di
lingkungan Kementerian Luar Negeri. Dilahirkan di Jakarta, 17 April
1929, Mochtar dikenal sebagai seorang ahli di bidang hukum
internasional.
Penyuka olahraga catur ini menyelesaikan studi sarjananya di Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada tahun 1955. Selepas lulus dari FH UI dia melanjutkan studi di Sekolah Tinggi Hukum Yale Universitas Yale Amerika Serikat pada tahun yang sama. Kemudian, dia menekuni program doktor (S3) bidang ilmu hukum internasional di Universitas Padjadjaran dan lulus pada tahun 1962. Dia juga berkesempatan menempuh studi di Harvard Law School (Universitas Harvard), dan Universitas Chicago, Trade of Development Research Fellowship tahun 1964-1966.
Penyuka olahraga catur ini menyelesaikan studi sarjananya di Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada tahun 1955. Selepas lulus dari FH UI dia melanjutkan studi di Sekolah Tinggi Hukum Yale Universitas Yale Amerika Serikat pada tahun yang sama. Kemudian, dia menekuni program doktor (S3) bidang ilmu hukum internasional di Universitas Padjadjaran dan lulus pada tahun 1962. Dia juga berkesempatan menempuh studi di Harvard Law School (Universitas Harvard), dan Universitas Chicago, Trade of Development Research Fellowship tahun 1964-1966.
Ketajaman pemikiran dan kecepatan
berpikir Mochtar sudah kelihatan sejak menempuh studi sarjananya. Hal
itu makin terlihat saat menjadi Dosen FH di Unpad Bandung. Dia waktu itu
tidak segan-segan mengkritik pemerintah yang berkuasa antara lain
mengenai Manifesto Politik Soekarno. Akibatnya, dia pernah dipecat dari
jabatan guru besar Unpad. Pemecatan itu dilakukan Presiden Soekarno
melalui telegram dari Jepang (1962). Namun pemecatan dan ketidaksenangan
Bung Karno itu tidak membuatnya kehilangan jati diri.
Mochtar
memulai karier diplomasi pada usia 29 tahun. Ketika itu dia ditunjuk
oleh Presiden Seokarno mewakili Indonesia pada pada Sidang PBB mengenai
Hukum Laut di Jenewa pada 1958. Pada konferensi ini konsepsi negara
kepulauan pertama kali diajukan secara resmi. Namun konsep itu kurang
mendapat respon positif dari negara-negara peserta konferensi. Mochtar
tidak patah arang karena pada tahun 1961 ketika menjadi wakil Indonesia
dalam konferensi hukum laut internasional yang berlangsung di Colombo
dan Tokyo itu kembali mengemukakan konsep tersebut, namun lagi-lagi
perjuangannya tidak membuahkan hasil. Pada 1969, Mochtar kembali
menggulirkan konsep wawasan nusantara melalui konsorsium ilmu hukum yang
diketuainya. Kali ini mendapat sambutan yang lebih positif.
Seiring
pergantian rezim ke tangan Presiden Soeharto, Mochtar dipercaya untuk
menjadi Menteri Kehakiman ke-15 pada Kabinet Pembangunan II pada 28
Maret 1973 hingga 29 Maret 1978 menggantikan Oemar Seno Adji. Karirnya
makin kinclong setelah menjabat Menteri Luar Negeri Kabinet Pembangunan
III dan IV, 29 Maret 1978-19 Maret 1983 dan 19 Maret 1983-21 Maret 1988,
menggantikan Adam Malik.
Ketika menjabat Menlu itulah Mochtar
kembali maju dalam misi diplomatisnya dengan menjadi ketua delegasi RI
dalam konferensi III PBB tentang hukum laut pada 1982. Kali ini secara
intelektual maupun kemampuan diplomasinya sudah semakin matang. Akhirnya
perjuangan Mochtar membuahkan hasil pada 16 November 1994. Karena pada
tanggal itu konsep yang ia tawarkan mengenai wawasan nusantara diterima
melalui Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 dinyatakan berlaku secara
efektif. Sehingga wilayah perairan Indonesia secara resmi bertambah
menjadi 3 juta kilometer persegi.
Profesor Dr Mochtar Kusumatadmadja adalah seorang konseptor utama dalam penetapan prinsip Indonesia sebagai suatu negara kepulauan, yang kemudian ditetapkan dalam Deklarasi Djuanda pada 13 Desember 1957.
Mochtar tekun memperjuangkan konsep Wawasan Nusantara itu sepanjang karirnya di pemerintahan hingga dunia internasional mengakuinya 25 tahun kemudian.
"Namanya diingat banyak orang sebagai ali hukum internasional, disiplin ilmu yang amat relevan dengan kondisi geografis kepulauan di Indonesia," tulis Jakob Oetama dalam kata sambutan di buku yang berjudul "Rekam Jejak Kebangsaan Mochtar Kusumaatmadja".
Ketika menjadi rektor Unpad pada 1972, Mochtar mencetuskan gagasan hukum lingkungan hidup bukan hanya tataran nasional melainkan internasional yang mendahului lahirnya gerakan pembangunan lingkungan hidup yang dikumandangkan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Mochtar disorot kiprahnya sebagai seorang yang "jenius" sejak muda, meraih gelar doktor pada usia muda (33 tahun), seorang konseptor, pemikir, bapak pendidikan dan hukum, teknokrat juga pejuang hingga seorang diplomat yang memajukan kebudayaan dan suka memasak.
Adalah Mochtar Kusumaatmadja yang ketika itu menjadi Menlu, membentuk Yayasan Nusantara Jaya pada 1984 sebagai organisasi nirlaba yang mempromosikan kebudayaan Indonesia, disusul dengan membentuk Orkes Kamar Nusantara (1988) yang kemudian berganti menjadi Simfoni Nusantara.
Mochtar yang gemar memasak dan terkenal dengan masakan martabak telur dengan daging cincang ketika studi di Amerika Serikat, juga mengedepankan pentingnya diplomasi kuliner dan bermimpi masakan Indonesia dengan sentuhan khusus dapat terkenal seperti masakan bangsa-bangsa lain.
Orang-orang di sekitar Mochtar juga memberikan penilaian, seperti Erika (Rike Basuki) yang menjadi sekretarisnya selama puluhan tahun menuturkan, "Pak Mochtar saya kenal dengan kebijaksanaan dan keadilannya, misalnya dalam melakukan rotasi yang bijaksana dan adil di antara para diplomat di Deplu, sebab ada tempat favorit dan tempat tidak favorit dan ini sangat sensitif. Saya banyak belajar tentang kehidupan dan kemanusian dari beliau dari cara beliau memimpin."
Soetandyo Wignjosoebroto, seorang sosiolog dalam buku Mochtar Kusumaatmadja dan Teori Hukum Pembangunan menulis khusus suatu subjudul berjudul "Roscoe Pound, Mochtar and Konsep Law as A Tool of Social Engineering" mengatakan bahwa Mochtar menyatakan dirinya sebagai eksponen "Sociologial Jurisprudence" di dan untuk Indonesia. Alasannya dipengaruhi oleh bacaan buku-buku Roscoe Pound semasa kuliah di Amerika.
Dalam posisi sebagai Menlu, kepiawaian Mochtar sebagai diplomat antara lain diuji dalam menangani masalah integrasi Timor Timur yang didasari oleh Deklarasi Balibo pada November 1975 dan diperjuangkan dalam berbagai sidang internasional.
"Keberhasilan Menlu Mochtar juga perlu dicatat adalah dalam upaya menghadapi sandungan politik luar negeri RI yaitu masalah Timor Timur, karena upaya Portugal dan orang Timor Timur yang antiintegrasi di luar negeri. Indonesia mendapat hujatan di PBB dan berbagai forum internasional," kata Nugroho Wisnumurti, seorang pejabat tinggi di Kementerian Luar Negeri saat itu.
Memasuki usia senja, Mochtar
tetap bersemangat untuk aktivitas. Tak sedikit pun dia melewatkan
perkembangan situasi Tanah Air. Semua dipantaunya lewat pemberitaan
media massa. Dari pernikahannya dengan Siti Hadidjah dia dikaruniai dua
orang anak salah satunya putri yang ia beri nama Armida Alisjahbana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar