Senin, 18 Mei 2015

Malaysia minta Myanmar hentikan gelombang pengungsi Rohingnya

Malaysia mendesak Myanmar untuk menghentikan eksodus etnis Rohingnya melalui perairannya, seiring dengan meningkatnya laporan etnis Rohingnya yang terombang-ambing dengan perahu reyot di sekitar Laut Andaman demi melarikan diri dari penyiksaan di Myanmar.

PBB telah menyerukan negara-negara Asia Tenggara untuk tidak mendorong kembali perahu yang berisi ratusan imigran Muslim Rohingya dari Myanmar dan Bangladesh. Pasalnya, para imigran, yang tak jarang berisi lansia, anak-anak dan wanita tersebut menderita penyakit dan kelaparan di lautan.


Malaysia mengklaim telah menampung 120 ribu imigran gelap dari Myanmar dan Wakil Perdana Menteri Malaysia, Muhyiddin Yassin, menyatakan negaranya tidak mampu menampung lebih banyak lagi imigran ilegal.

"Apa tanggung jawab pemerintah Myanmar? Apakah ada aspek kemanusiaan bagi mereka untuk memecahkan masalah ini secara internal?" kata Muhyiddin dalam konferensi pers, dikutip dari Reuters, Minggu (17/5).

Muhyiddin menyatakan bahwa masalah internal Myanmar yang menyebabkan ribuan etnis Rohingnya memilih melarikan diri dari negara tersebut tak seharusnya menjadi beban negara anggota ASEAN lainnya.

Menteri Luar Negeri Malaysia, Anifah Aman menyatakan kepada para wartawan bahwa Malaysia, sebagai ketua ASEAN saat ini, berharap dapat berdiskusi soal konflik di Myanmar "sebelum masalah ini dibawa ke tingkat internasional."

Badan Pengungsi PBB, UNHCR memperkirakan 25 ribu warga Bangladesh dan etnis Rohingya nekat mengarungi lautan dengan kapal dalam tiga bulan pertama di tahun ini. Jumlah ini meningkat dua kali lipat dibanding jumlah imigran ilegal pada periode yang sama pada 2014.

Sikap keras pemerintah Thailand terhadap para "manusia perahu" membuat mereka mengincar Malaysia, sebagai negara tujuan untuk mencari suaka. Saat ini, Malaysia merupakan salah satu negara dengan ekonomi terbaik di Asia Tenggara.

Pekan lalu, PBB menyatakan bahwa jika diskriminasi di Myanmar tidak kunjung usai maka semakin banyak imigran ilegal yang melarikan diri dari negara tersebut.

Sebagian besar dari 1,1 juta total populasi Muslim Rohingya di Myanmar tidak memiliki kewarganegaraan dan hidup dalam kondisi diskriminasi. Ketika etnis Rohingya bentrok dengan etnis Rakhine Buddha pada 2012 lalu, hampir 140 ribu orang menjadi pengungsi.

Di Myanmar, etnis Rohingnya disebut kaum Bengali, karena berasal dari Bangladesh. Meski demikian, nama ini ditolak oleh etnis Rohingnya karena mereka telah tinggal di Myanmar selama beberapa generasi.

Pemerintah Thailand akan menjadi tuan rumah yang menggelar diskusi soal hal ini di Bangkok pada 29 Mei. Sebanyak 15 negara direncanakan mengikuti diskusi itu.

Namun, belum ada kordinasi antar pemerintah setempat terkait nasib 2.500 imigran yang telah mendarat di Indonesia dan 5.000 imigran lainnya yang masih terkatung-katung di lautan.

Kepala SAR Aceh Budiawan menyatakan bahwa saat ini terdapat 1.306 imigran Rohingya dan Bangladeh yang ditampung di tiga kabupaten di Aceh. Sebanyak 676 imigran ditampung di pelabuhan Kuala Langsa di Aceh, 583 imigran di Lhokseumawe, dan 47 imigran di Aceh Tamiang.

"Aksi regional yang efektif dibutuhkan untuk memerangi konflik ini, namun para pemimpin daerah secara konsisten gagal untuk bertindak," kata Charles Santiago, ketua Parlemen ASEAN untuk Hak Asasi Manusia dan anggota parlemen di Malaysia.

"Mereka bersembunyi di balik kebijakan misterius dan akhirnya merusak kebijakan non-interferensi, bersembunyi dibalik klaim bahwa penganiayaan pemerintah Myanmar atas Rohingya adalah 'urusan internal," kata Charles pekan lalu. (cnn indonesia/ama/stu)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar