“Diplomat Indonesia itu harus seperti transformer, bisa
berubah-ubah sesuai kebutuhan,” kata Juru bicara Kementerian Luar Negeri RI, Arrmanatha Nasir, saat
memberikan press briefing mengenai sistem pendidikan diplomat di Kemlu RI
(2/7). Turut mendampingi, Direktur Sekdilu (Sekolah Dinas Luar Negeri), Spica
Tutuhatunewa dan Direktur Informasi dan Media, Siti Sofia Sudarma.
Kehidupan Diplomat
Indonesia, dari WTO sampai Juru Kunci di Daerah Konflik
Arrmanatha yang biasa dipanggil Tata ini mengetengahkan
bahwa selama ini kehidupan diplomat sering diidentikkan dengan setelan jas
necis, bekerja di organisasi internasional, jamuan makan diplomatik yang megah.
Namun kehidupan seorang diplomat tidak hanya itu. Seorang diplomat Indonesia harus bisa menjadi negosiator di
WTO, penjaga perdamaian di Lebanon, menjadi pasukan pengamat perdamaian di
Filipina, membuka hubungan diplomatik dengan negara baru sampai memohonkan
pemaafan dan menjadi negosiator terkait nyawa WNI yang terlibat masalah di luar
negeri. Satu diplomat Indonesia pernah menjadi juru kunci, the last
man standing di daerah konflik yang berjuang seorang diri saat hampir semua
negara, termasuk negara – negara besar sudah menarik semua korps diplomatik
mereka.
Sekdilu: Tempat Diplomat Muda Dibentuk dan Ditempa
“Pendidikan diplomat terbagi menjadi tiga, yakni Sekdilu
untuk diplomat pertama yang berjangka waktu 6-8 bulan, Sesdilu untuk diplomat
madya dan Sesparlu untuk diplomat utama yang masing-masing berjangka waktu 4
bulan. Sekdilu adalah jenjang pendidikan yang paling lama karena disinilah
calon diplomat muda Indonesia dididik dan ditempa dari nol,” kata Spica
Tutuhatunewa.
Menurut Spica, ada lima fokus pendidikan diplomat muda,
yakni representing (mewakili negara), promoting (mempromosikan Merah-Putih),
protecting (melindungi warga negara dan kepentingan Indonesia), negotiating
(menegosiasikan kepentingan negara), dan reporting (melaporkan situasi di
negara akreditasi, termasuk sidang-sidang berhari-hari lamanya menjadi laporan
padat isi sepanjang 2-3 halaman).
“Karenanya, diplomat muda Indonesia tidak hanya harus
cerdas, tapi juga mempunyai semangat juang yang tinggi, berkepribadian tangguh,
dan tahan banting, serta bersedia ditempatkan di mana saja di dunia. Jika PNS
umumnya harus bersedia ditempatkan di mana saja di Indonesia, maka diplomat
Indonesia harus mau ditempatkan di 132 perwakilan Indonesia, dari Kabul sampai
Kuala Lumpur, dari Tashkent sampai Wina dan Jenewa,” tutur Spica.
Kurikulum Pendidikan
Calon Diplomat Muda: Substansi dan Keahlian Diplomasi Praktis
Kurikulum Sekdilu dibuat beragam. Tidak hanya subtansi,
calon diplomat muda Indonesia pun dibekali dengan kemampuan berdiplomasi,
termasuk berbicara di depan umum, menulis pidato dan berdebat dengan persuasif
namun santun. Untuk meningkatkan suntikan pengalaman praktis, para calon
diplomat diwajibkan untuk sering melakukan studi dan bedah kasus, seperti
pengalaman menangani WNI di luar negeri dengan semua komplikasi yang menyertai.
Kemlu tidak bergerak sendiri dan sering melibatkan
organisasi seperti UNHCR, IOM, dan UNODC untuk ikut memberikan materi
pendidikan bagi para diplomat muda. Tak jarang, para praktisi diplomasi senior
seperti para Dubes asing pun turut berbagi pengalaman dan kebijakan mereka.
Dubes Palestina adalah salah satu tamu yang dari tahun ke tahun selalu bersedia
meluangkan waktu, membagikan pandangan Palestina terhadap diplomasi Indonesia,
juga Dubes Norwegia yang berbagi mengenai upaya mitigasi perubahan iklim.
(sumber: Dit.Infomed/VKH)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar