SEBAGAI calon mantu, Maskuri, 47, lumayan “kreatif” juga. Tak ada
uang untuk mahar perkawinan, cukup mencetak sendiri lewat komputer.
Untung sebelum dibayarkan kepada calon mertoku, sudah tercium polisi.
Kini Maskuri gagal membayangkan indah dan serunya malam pertama.
Dalam kondisi kepepet, orang suka berbuat nekad dan untung-untungan.
Kadang bisa sukses dan terbebas dari belenggu masalah. Tapi yang sering
terjadi justru masalah tersebut menjadi lebih bermasalah. Sebab diakui
atau tidak, dewasa ini yang bisa menyelesaikan masalah tanpa bermasalah,
itu hanya monopoli Kantor Pegadaian!
Lelaki kepepet yang kemudian main untung-untungan salah satunya
Maskuri, warga Jalan Panjaitan Perum Tapis Desa Jone, Kecamatan Tanah
Gerogot, Kabupaten Pasir, Kalimantan Timur. Di kala kantong bokek kok
ditantang calon mertua untuk segera menikah, ditempuhlah cara-cara tidak
terpuji. Padahal hasilnya, justru duda kesepian itu gagal mempersunting
dara idaman karena harus berurusan dengan polisi.
Maskuri memang lelaki malang. Di kala jadi pengangguran, statusnya
berubah jadi duda pula. Istrinya dulu minta cerai juga karena statusnya
yang nganggur itu. Tapi sebagai lelaki normal, melihat fustun-fustun
(baca: wanita cantik) di jalan-jalan, tentu kepengin juga. Tapi mana mau
perempuan dinikahi lelaki tanpa kerjaan, sehingga akhirnya hanya
“dikerjain” melulu?
Tapi Maskuri tak kehabisan akal. Dengan mengaku bekerja di PT Tempo –
maksudnya tempo-tempo kerja, tempo-tempo tidak– dia berhasil meyakinkan
seorang janda muda dan siap jadi istrinya. Seringkali dia ngapeli cewek
itu ke rumahnya, diajak jalan-jalan pula. Sebagai orangtua si gadis,
tentu saja tak rela jika anaknya hanya ditenteng ke sana kemari tanpa
tujuan jelas.
Belum lama ini Maskuri ditantang ayah Fatma, 33, tentang keseriusan
hubungan tersebut. Jika memang tujuannya untuk membentuk keluarga
sakinah yang mawadah warahmah, seyogyanya Fatma segera dinikah secara
resmi. “Kapan nak Maskuri siap melamar putriku?” kata calon mertoku.
Takut ketahuan siapa dirinya yang sebenarnya, Maskuri pun menjawab
mantap, “Bulan depan kami siap nikah.”
Padahal, pulang dari rumah calon mertoku, Maskuri langsung panas
dingin dan panas dalam pula. Mau minta tolong Dedy Mizwar, orangnya
sudah sibuk jadi Wagub Jabar. Terpaksa dia memeras otak, bagaimana
caranya agar segera terbebas dari tantangan calon mertua. Begitu ingat
di rumah ada komputer dan alat scannya sekalian, Maskuri langsung
tertawa lebar.
Di kamarnya, uang ratusan selembar miliknya lalu discan dan kemudian
diolah lewat program photoshop-7. Setelah diatur sedemikian rupa, uang
hasil scan itu berhasil dicetak warna dan bolak-balik dalam kertas HVS.
Dia pun segera ngeprint-nya banyak-banyak sampai lebih dari 140 lembar
yang “bernilai” Rp 14 juta. Untuk sekedar mengetes, selembar uang itu
dibelanjakan di warung tetangga, ternyata sukses bahkah dapat uang
kembalian yang asli.
Padahal gara-gara ulah Maskuri, pemilik warung lapor ke polisi dan
langsung diadakan penyergapan. Rupanya Maskuri tak menyangka secepat itu
akal-akalannya ketahuan. Buru-buru dia membuang barang bukti uang palsu
itu lewat jendela. Padahal di luar polisi sudah mengepungnya. Tanpa
perlawanan, Maskuri ditangkap dan digelandang ke Polsek Tanah Grogot.
Cara pemalsuan Maskuri memang primitif sekali, karena upal (uang
palsu) itu langsung luntur saat terkena air. Dalam pemeriksaan dia
mengakui, nekad berbuat seperti itu karena terdorong dikejar-kejar calon
mertua untuk segera menikah. “Tak punya uang untuk mahar, terpaksa saya
nyetak sendiri,” katanya polos.
Kaco, Maskuri mau berlagak Peruri. (JPNN/Gunarso TS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar