Bantuan terus mengalir untuk delapan belas pengungsi Rohingya yang 'terdampar' di kantor YLBHI selama puasa di bulan Ramadhan.
Sejumlah organisasi sosial ataupun perorangan
memberikan bantuan makanan dan penganan bagi delapan belas orang
pengungsi Rohingya yang merupakan satu keluarga besar.
Kamis sore (1/8), dua orang
perempuan pengungsi Rohingya tengah menyiapkan makanan untuk berbuka
puasa di dapur mungil di kantor Klik
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia YLBHI.
Sementara yang lainnya, menonton televisi,
belajar merajut dan anak-anak mereka belajar menulis dan menggambar
bersama seorang relawan.
Muhammad Qosim (28 tahun) mengatakan suasana ramadhan tahun ini berbeda dengan sebelumnya.
"Sebelumnya ketika kami masih di Malaysia, kami
tinggal di rumah sewa yang kami bayar sendiri, sekarang disini kami
tinggal di kantor ini setelah sebelumnya tidur di masjid," kata Qosim.
"Menu berbuka puasa pun sedikit berbeda, dulu
kami biasa buka puasa dengan teh hangat dan bubur lambuk disini ada es
jeruk dan kurma sumbangan dari orang," jelas Qosim.
Bubur beras yang dicampur sayur dan daging merupakan makanan khas suku Rohingya yang di Malaysia disebut bubur Lambuk.
Qosim tak pernah menikmati suasana Ramadhan di
kampung halamannya di Burma, karena lahir dan besar di Malaysia.
Orangtuanya bersama ribuan orang Rohingya mengungsi selama puluhan
tahun.
Meski lahir dan besar di Malaysia, Qosim tak
diijinkan sekolah dan bekerja secara legal. Pekerjaan ilegal pun
dilakukan untuk biaya hidup disana.
Kakak iparnya, Mohamad Hanif (38 tahun)
meninggalkan Burma ketika berusia tiga tahun, dia pun tak dapat
mengingat suasana Ramadhan di kampung halamannya.
"Kami biasa saja saat Ramadhan ya ibadah puasa," jelas dia.
Tempat layak
"Kami ingin Komnas HAM membantu mengatasi masalah ini, sehingga mereka dapat ditempatkan di lokasi yang lebih layak"
Julius, YLBHI
"Ada bantuan dari lembaga dan perorangan juga untuk memenuhi logistik mereka, sejauh ini masih cukup," jelas Julius.
Julius menjelaskan YLBHI telah bertemu dengan Komnas HAM untuk mengatasi masalah pengungsi Rohingya ini.
"Kami ingin Komnas HAM membantu mengatasi masalah ini, sehingga mereka dapat ditempatkan di lokasi yang lebih layak, seperti tempat penampungan milik Kementerian Sosial, karena rumah detensi milik imigrasi juga penuh," kata Julius.
Dia mengaku akan meminta bantuan Komnas HAM agar berbicara dengan lembaga terkait seperti Dirjen Imigrasi untuk mengurusi masalah status para pengungsi dan tempat penampungan sementara yang lebih layak dengan Kementrian Sosial.
Seperti diberitakan sebelumnya, Direktur Penyidikan dan Penindakan Keimigrasian, Direktorat Jenderal Imigrasi, Ida Bagus Adnyana, kepada BBC Indonesia mengatakan akan mengecek langsung tentang keberadaan para pengungsi tersebut, serta berjanji berkoordinasi dengan Kantor UNHCR di Jakarta.
Dia menjelaskan, Indonesia kewalahan menampung para pengungsi karena rumah detensi yang dimiliki pemerintah penuh.
Tujuan Australia
Para pengungsi ini sudah tinggal di Malaysia selama puluhan tahun, bahkan sebagian besar dari mereka lahir di Malaysia.
Status pengungsi dari Badan PBB yang mengurusi masalah pengungsi UNHCR mereka dapat 11 tahun yang lalu.
Mereka tinggal di salah-satu ruangan kantor
YLBHI semenjak awal Juli lalu, setelah sebelumnya hidup terlantar selama
sekitar enam bulan di Medan, Bogor dan Jakarta.
Mereka sempat tinggal di Masjid Sunda Kelapa sebelum pindah ke YLBHI.
Para pengungsi ini terdampar di Jakarta, dalam perjalanan menuju Australia.
"Kami tetap ingin ke Australia, banyak teman
kami Rohingya yang sudah disana dapat bekerja dan menjadi warga negara
sana," kata Qosim.
Ketika dijelaskan Australia juga telah memutuskan bahwa pencari suaka yang tiba dengan kapal akan dikirimkan keKlik
Papua Nugini. Qosim mengatakan tak ingin tinggal di Papua Nugini.
"Kami tetap ingin ke Australia, kalau memang tak
bisa ya tempatkan kami di negara lain seperti Amerika, karena banyak
teman-teman kami disana, tapi kami tak ingin tinggal di Papua (Nugini),"
Kata Qosim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar