Minggu, 25 Januari 2015

Diplomasi Ekonomi

 
Sejumlah akademisi dan pengamat hubungan internasional berpendapat bahwa Indonesia belum bisa memanfaatkan peran diplomasi ekonominya secara maksimal dan optimal. Indonesia perlu menggunakan perekonomiannya untuk memberikan pengaruh yang lebih besar guna memajukan kepentingan kawasan dan globalnya.

“Kebijakan luar negeri adalah kebijakan ekonomi.” demikian ucap John Kerry, di hadapan anggota Kongress Amerika Serikat (AS) sebelum menjadi Menteri Luar Negeri AS. Tahun 2013 juga merupakan masa diplomasi ekonomi bagi Indonesia.

Diplomasi ekonomi adalah pemanfaatan alat politik internasional untuk mencapai tujuan-tujuan ekonomi. Berbagai pelaku diplomasi ekonomi menjalankan fungsi-fungsi kerja sama seperti pembangunan (termasuk kesehatan, pendidikan dan pertanian), energi, lingkungan hidup, keuangan, pangan dan air.
 
Mengelola citra negara, investasi, pekerja migran, risiko, inovasi dan teknologi, pariwisata dan budaya, serta perdagangan juga merupakan unsur diplomasi ekonomi.

Dalam bentuknya yang lebih maju dan inovatif, diplomasi ekonomi juga memanfaatkan alat ekonomi internasional untuk mencapai tujuan-tujuan politik internasional. Professor Ikrar Nusa Bakti mengamati bahwa kebijakan luar negeri tidak hanya mengurusi politik dan pertahanan, tapi juga isu-isu ekonomi.

Tidak dapat dipungkiri bahwa transformasi ekonomi Indonesia menarik perhatian dunia.  Tak heran jika Jim O’Neill, yang menciptakan akronim BRIC (mengacu kepada Brazil, Rusia, India dan China) menciptakan akronim baru – MIST – untuk juga melingkupi ekonomi yang terus tumbuh dengan kuat yaitu Meksiko, Indonesia, Korea Selatan dan Turki.

Dengan hampir seperempat miliar penduduk dan sebagai anggota G-20, jumlah kelas konsumen Indonesia saja hampir sebesar jumlah penduduk Australia dan Malaysia.

McKinsey Global Institute bahkan memprediksi bahwa pada 2030 kelas konsumen tersebut akan meningkat tiga kali lipat menjadi 135 juta orang dan Indonesia akan menjadi ekonomi terbesar ketujuh di dunia.

Pada saat yang sama, dunia terus mengalami pergeseran ekonomi dan kekuatan yang dramatis. Negara- negara terus beradaptasi dalam melakukan diplomasi ekonomi untuk mencapai tujuannya yang didukung oleh pertumbuhan ekonominya yang pesat dan pengaruh internasionalnya.

China, India, Jepang, Singapura, and Korea Selatan mengejar kepentingan ekonomi dan politiknya melalui diplomasi ekonomi yang lebih koheren, terkoordinasi dan strategis.

Sebaliknya, sejumlah akademisi dan pengamat hubungan internasional berpendapat bahwa Indonesia belum memanfaatkan peran diplomasi ekonominya secara maksimal dan optimal. Indonesia perlu menggunakan perekonomiannya untuk memberikan pengaruh yang lebih besar guna memajukan kepentingan kawasan dan globalnya.
“Semakin kuat ekonomi politik Indonesia, bila hal lainnya tetap sama, lebih besar kemungkinan para pemimpinnya untuk terlibat secara pro-aktif dengan dunia luar dengan persyaratan-persyaratan Indonesia.” tulis Donald Emmerson dalam bukunya Indonesia Rising: The Repositioning of Asia’s Third Giant. Diplomasi ekonomi yang optimal akan memungkinkan Indonesia untuk meningkatkan posisi dan pengaruhnya di tataran bilateral, regional, dan multilateral. 

Jadi, bagaimana Indonesia dapat lebih mengoptimalkan diplomasi ekonominya? Menilik kisah sukses negara-negara lain, Indonesia perlu mentransformasi diplomasi ekonominya dari sekedar tradisional menjadi lebih inovatif. Berdasarkan studi Kishan Rana, seorang Duta Besar India dan pakar diplomasi ekonomi, sangat menguntungkan untuk menyatukan pengelolaan ekonomi internasional atau pengelolaannya diatur dalam bentuk yang erat dan kooperatif di bawah koordinasi satu kementerian.

Pengelolaan kebijakannya sepatutnya dilembagakan dan didukung oleh tim yang solid. Peran dari aktor-aktor non-state dalam pembentukan kebijakan sebaiknya diharmonisasikan dengan seluruh pemangku kepentingan. Lebih lanjut, sudah saatnya Indonesia tidak lagi menerima bantuan asing dan sebaliknya justru memperluas program bantuan internasionalnya kepada negara-negara yang lebih membutuhkan.

Suatu diplomasi ekonomi yang inovatif juga memerlukan promosi perdagangan dan investasi yang terkoordinasi dengan baik dan terintegrasi dalam pekerjaan politik dan ekonomi.

Tahun ini dipenuhi dengan kegiatan-kegiatan ekonomi internasional. Indonesia akan menjadi tuan rumah High Level Panel Agenda Pembangunan Paska-2015 PBB akhir Maret ini, pertemuan tingkat menteri Forum Kerja Sama Asia Timur dan Amerika Latin (FEALAC) pada Juni, rangkaian pertemuan dan KTT Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) pada September, dan pertemuan tingkat menteri World Trade Organization (WTO) pada Desember mendatang.

Kini saatnya Indonesia fokus kepada penyelesaian berbagai tantangan yang menghalangi diplomasi ekonominya. Dengan demikian, Indonesia dapat bangkit dengan diplomasi ekonomi yang lebih kuat yang akan semakin membawa kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia dan juga memajukan kepentingan luar negeri Indonesia yang lebih luas.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar